ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Yang mengejutkan, Faldo justru membela Presiden Jokowi sebagai petahana. Menurutnya, Jokowi selama kampanye tidak melanggar aturan Pemilu yang mengharuskannya cuti.
“Ketika Pak Jokowi peresmian tol di Lampung. Pagi-paginya tol di Lampung diresmikan, siangnya kampanye di sana. Nah pertanyaannya, gimana nih Pak Jokowi pergi ke Lampung itu pakai pesawat atau fasilitas negara toh, bukan pakai pesawat komersial gitu, sedangkan siangnya dia kampanye. Nah gua melihat tim hukum 01 bisa menemukan argumentasi untuk pembenaran itu karena memang di aturan cuti kampanye untuk presiden atau kandidat, itu tidak ada pula aturan yang cuti 1 hari penuh. Jadi bisa aja cuti itu nggak satu hari, bisa cuma setengah hari, seperempat hari atau cuma beberapa jam dalam sehari. Ini kayak semacam anak SD yang sekolahnya cuma setengah hari, tapi itu sah gitu loh. Jadi aturannya itu tidak ada yang dilanggar,” bebernya.
Tidak hanya Jokowi, Faldo juga singgung status Ma’ruf Amin yang diduga 02 menyalahi aturan Pemilu. ma’ruf Amin dikatakan tim hukum Prabowo-Sandiaga masih menjabat di dua bank BUMN.
“Heboh-heboh Kiai Ma'ruf Amin misalnya kan. Jadi kalau kita lihat argumentasi hukumnya tim 01 'Ya itu bukan BUMN, Dewan Pengawas Syariah itu bukan bagian dari pejabat BUMN. Jadi ya nggak masalah' kalau kata tim hukum 01. Karena di peraturannya nih, misal ya contoh nih Garuda, Garuda kan udah 51 persen sahamnya itu masih milik merah putih, yaitu milik negara, tapi belum tentu untuk anak perusahaannya. Bisa aja dimiliki oleh private, gitu loh. Tapi di sisi lain, ada argumentasi hukum yang 02 nih, sumber pendanaan yang dipakai oleh anak perusahaan itu sendiri yang kali ini memang Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah sumber pendanaannya dari negara. Contohnya, ketika seorang kakek ngasih uang ke anaknya, nah anaknya itu ngasih uangnya ke anaknya lagi, berarti kan uangnya nyampe ke cucu dari kakek. Berarti sumber pendanaannya dari negara semua. Nah itu yang dipake tim 02,” ucap Faldo.
“Poin dua ini adalah tentang ketidakpercayaan publik terhadap proses pemilu yang terjadi. Jadi, ini saran gue sih, untuk pendukung 01 ya, karena mungkin sebagian orang merasa pertarungan ini tidak setara. Jika pendukung 01 itu semakin nge-bully-bully pendukung 02, sebenarnya lo lagi ngasih beban buat junjungan lu gitu, karena orang merasa pertarungan ini tidak setara nih, yang dari 02. Jadi menurut gua, sekali lagi ya, 01 ini punya legitimasi hukum tapi belum tentu punya legitimasi secara publik. Jadi kalau lu pendukung 01 semakin nge-bully-bully pendukung 02, ketika kandidat lu dilantik nanti, itu akan semakin berat untuk rekonsiliasi. Semakin lu bully, semakin sulit trust yang didapatin 01, dalam... ya kalau dinyatakan menang, dalam memimpin negeri ini ke depan. Sekali lagi, lo jangan menambah beban junjungan lu lah kalau menurut gua, dan harusnya lo bisa berpikir sejauh itu. Itu pun kalau dilantik ya by the way.
Jadi poin gua, menggugat di MK itu adalah hak yang konstitusional. Tentu pertanyaan lo gini kan, bang, terus di MK ini gimana nih setelah ini? Sebenarnya ada beberapa sih, pertama pemungutan suara ulang. Jika seandainya bukti-bukti yang gua sampaikan di awal tadi bisa dibuktikan oleh tim 02, misal ada 200 ribu TPS nih misalnya, ya udah, berarti akan diadakan atau dilakukan pemungutan suara ulang oleh KPU berdasarkan keputusan MK yang bilang pemungutan suara ulang atau PSU. Yang kedua, pendiskualifikasian kandidat atau kandidat didiskualifikasi. KPU akan menginterpretasikan ini sebagai tidak memenangkan Prabowo juga gitu, tapi melakukan proses pemilu dari awal untuk mencari presiden. Jadi diulang semua ini proses pemilu ini dari awal. Jika seandainya proses pemilu dari awal diulang, maka akan terjadi kekosongan presiden atau pemimpin negara ini. Itu bisa diisi oleh Menlu, Menhan atau Menkeu.
Jadi, berdasarkan riset yang gua lakukan, kalaupun gugatan yang dilakukan Prabowo-Sandi diterima, ada panjang banget proses yang akan kita hadapi. Makanya, feeling gua Pak Prabowo sudah membaca hal ini dan dengan jiwa kesatria beliau mengatakan, 'Sudahlah, tolong doakan dan jangan beramai-ramai ke MK'. Itu menurut gua adalah sikap kesatria karena memang jalan ke MK adalah jalan konstitusional yang dipilih oleh Prabowo-Sandi dan kita harus menghargai hasilnya. Setidaknya Prabowo-Sandi sudah mencoba menyampaikan kebenaran walaupun mungkin bisa jadi ini bukan kebenaran oleh hakim MK, mungkin hakim MK punya versi kebenaran yang lain. Tapi menurut gua nggak ada yang sia-sia. Kita harus selalu mengawal demokrasi,” tutup Faldo.