Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Instagram/@faldomaldini
Instagram/@faldomaldini

Jakarta, IDN Times - Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Faldo Maldini, mengatakan respons Istana sudah sesuai keputusan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Ia menyebut masalah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dikembalikan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, Polri juga dilibatkan karena pernah berniat merekrut mereka.

Pernyataan Faldo menegaskan kembali statement Mensesneg Pratikno yang meminta 57 eks pegawai KPK tersebut berkoordinasi dengan Polri. Ucapan Pratikno menanggapi soal puluhan mantan pegawai KPK mengajukan banding administratif ke Presiden Jokowi.

"Ini juga konsisten dengan sikap Presiden kepada Polri yang diizinkan untuk merekrut eks pegawai KPK. Makanya, Polri disebutkan dalam surat itu," kata Faldo dalam keterangan tertulis, Selasa (16/11/2021).

1. Faldo sebut respons Istana sejalan sikap pemerintah soal KPK

Instagram/@faldomaldini

Faldo menyampaikan, keputusan atas banding administratif pegawai KPK bukan hal baru. Menurut dia, keputusan itu sejalan dengan sikap pemerintah selama ini terkait persoalan di KPK.

Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menegaskan pemerintah mengambil sikap sesuai aturan yang berlaku. Ia mempersilakan para pegawai KPK mengikuti arahan dalam surat tersebut.

"Maka, silakan berkoordinasi dengan lembaga terkait, untuk menyelesaikan permasalahan ini dalam koridor peraturan dan undang-undang. Semua keputusan pemerintah juga sudah berlandaskan aturan yang berlaku," ucap Faldo.

2. Mantan pegawai KPK kirim surat banding administratif pada Jokowi

Dok. Biro Humas KPK

Sebelumnya, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan surat banding administratif ke Presiden Jokowi. Surat itu terkait pemecatan yang dialami 57 eks pegawai KPK pada 30 September 2021.

Surat tersebut telah dilayangkan kepada Jokowi dengan tembusan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Kamis (21/10/2021).

Dalam surat yang ditandatangani mantan pegawai KPK itu, Jokowi diminta membatalkan putusan pimpinan KPK, yang memecat mereka karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Membatalkan Keputusan pimpinan KPK tentang pemberhentian dengan hormat 57 pegawai KPK atas nama kami, di mana sama sekali tidak ada ayat dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mensyaratkan pemberhentian pegawai KPK berdasarkan hasil TWK," ujar para pegawai KPK seperti dikutip dari surat tersebut.

Tak hanya itu, para mantan pegawai juga meminta Jokowi mengambil alih status mereka, yang sudah dipecat dengan memenuhi rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM. Selain itu, mereka juga meminta agar hak dan nama baik para mantan pegawai dipulihkan.

"Memulihkan kembali hak dan nama baik 57 pegawai yang dikategorikan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi ASN, padahal didasarkan pada hasil TWK yang dilakukan secara maladministrasi dan melanggar HAM berdasarkan temuan dan penyelidikan Ombudsman RI dan Komnasham RI," ujar mereka.

3. Pratikno meminta mantan pegawai KPK koordinasi dengan Polri

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Terkait banding itu, Pratikno merespons permohonan banding administratif yang diajukan 57 mantan pegawai KPK. Dalam surat tersebut, Pratikno meminta seluruh mantan pegawai KPK berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Bersama ini kami sampaikan bahwa terhadap permohonan yang dimaksud kiranya saudara dapat berkoordinasi lebih lanjut dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Kepegawaian Negara guna penyelesaian lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Pratikno dalam surat tertanggal 9 November itu.

Editorial Team