Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cuplikan trailer film Merah Putih One For All
Ilustrasi film Merah Putih: One For All (youtube.com/CGV Kreasi)

Intinya sih...

  • Film Merah Putih: One For All hanya digarap oleh 10 orang kru, dengan kritik terhadap dialog, visual, dan orisinalitas.

  • Produser menjawab kritikan masyarakat yang membandingkan filmnya dengan animasi Jumbo, menyatakan bahwa film ini sengaja dibuat sederhana untuk edukasi anak-anak.

  • Produser ingin memberikan edukasi kepada anak-anak Indonesia melalui film ini, meskipun menyadari bahwa filmnya tidak akan diterima oleh kalangan dewasa.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, turut mengomentari film amimasi berjudul Merah Putih: One For All yang akan tayang perdana pada 14 Agustus 2025. Film ini sengaja dibuat untuk meramaikan perayaan HUT RI.

Animasi dari film ini menuai kritik, karena dianggap asal-asalan. Gerakan animasinya kaku, pengisi suaranya tidak punya emosi, hingga jalan cerita yang tidak jelas jadi sorotan.

Lalu mengtakan masukan dan kritik publik terhadap film animasi itu harus menjadi evaluasi menyeluruh bagi seluruh pelaku industri kreatif.

"Bagi kami, silahkan nanti para pelaku industri kreatif untuk lebih mengevaluasi, kemudian belajar dari pengalaman ini untuk menghadirkan kembali karya-karya dalam industri kreatif yang lebih hebat," kata Lalu saat dihunungi Selasa (12/8/2025).

Menurut dia, kritik masyarakat terhadap film tersebut sekadar reaksi terhadap karya anak bangsa. Lalu tetap mengapresiasi karya anak bangsa tersebut. Terlebih tema dari film tersebut mengangkat soal persatuan di momen HUT ke-80 RI.

"Tetap kita dukung, apapun itu kritikan, saran dan masukan bagi film ini tetap kita terus mendukung anak bangsa untuk mengembangkan industri kreatif," ujar Lalu.

1. Film merah putih hanya digarap 10 orang kru

Sutradara Film Merah Putih: One for All Endiarto dan Giring Ganesha (Dok. Instagram/perfiki.tv)

Kritik juga datang pada dialog yang terdengar kaku. Banyak warganet menduga penggunaan suara berbasis AI, karena intonasi terdengar datar dan tidak sinkron dengan gerakan bibir.

Tak hanya visual dan cerita, film animasi garapan produser Toto Soegriwo juga disorot karena dugaan penggunaan aset 3D yang dibeli dari platform seperti Reallusion. Karakter dalam film terlihat memiliki kemiripan mencolok dengan model yang dijual di Content Store, sehingga menimbulkan pertanyaan soal orisinalitas.

Excecutive Director Animasi Merah Putih: One Far All, Endiarto blak-blakan film animasinya hanya digarap kru yang beranggotakan 10 orang. Proses pembuatannya telah digarap setelah 17 Agustus 2024. Sejak saat itu, orang-orang yang terlibat dalam film ini mulai memikirkan ide dan narasi yang akan dituangkan dalam animasi itu.

"Kita sepakat, tidak semua orang mau. Hanya beberapa, kalau ditanya tim produksinya tidak banyak. Kita tim ini sekitar 10. Yang benar-benar komitmen effort mempunyai visi yang sama. Jadi kenapa tidak banyak? Ya tidak semua orang yang mau. Kami juga tidak memaksa. Karena kami paham gitu loh," kata Endiarto kepada IDN Times, di rumah produksi Perfiki Kreasindo, Jakarta, Senin (11/8/2025).

2. Jawab kritikan masyarakat yang bandingan dengan animasi Jumbo

Potret studio rumah produksi animasi Merah Putih: One For All (IDN Times/Amir Faisol)

Endiarto mengatakan, sebuah film memiliki kelas dan segmentasinya masing-masing. Dia sengaja membuat animasi yang sederhan, tapi pesannya tetap sampai ke para penontonnya.

"Karena memang tujuannya buat edakasi ke anak-anak supaya muncul sedikit lah. Jadi harus begini ya. Kita berbeda-beda tapi kita nggak boleh ini. Jadi narasinya sederhana sekali ceritanya," kata dia.

"Kemudian yang kedua, leveling film itu kan ada beberapa leveling. Nah kita tentukan, kita mau buat yang mana. Udah kita nggak buat yang high class, yang begini rumit. Karena implikasinya kan ke budget," sambung dia lagi.

Lagipula, kata dia, tidak ada parameter yang baku sebuah film bisa sukses luar biasa. Kesuksesan sebuah film juga tidak melulu disebabkan dengan modal yang mahal. Endiarto lantas menjawab film animasinya yang dibanding-bandingkan dengan Jumbo.

"Kita tetapkan satu standard leveling kita begini. Untuk animasi ini. Kalau dikomparasi dengan yang lain-lain, tentu sangat jauh berbeda," kata dia.

3. Produser mau ngasih edukasi ke anak-anak

Potret studio rumah produksi animasi Merah Putih: One Far All (IDN Times/Amir Faisol)

Lewat film ini, ia ingin memberikan edukasi kepada anak-anak Indonesia. Ia mengakui, filmnya tidak akan diterima dengan baik untuk kalangan dewas. Namun, ia hakul yakin, filmnya bakal diterima baik di kalangan anak-anak.

"Itu terbukti waktu gala premier, kemarin itu kita sampai overload, sampai kita menolak mereka yang ikut. Terutama yang siang itu banyak anak-anak, itu mereka demen. Karena memang kita buat yang seringan, semudah yang dipahamin anak-anak. Dan di situ mengandung syarat edukasi," kata dia.

Editorial Team