Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, akrab disapa Gus Yahya, membenahi manajemen organisasi PBNU. Gus Yahya mengumumkan perombakan struktur Tanfidziyah, termasuk mencopot Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU.
Keputusan ini diambil setelah rapat harian Tanfidziyah yang mengevaluasi kinerja dan efektivitas organisasi. Gus Yahya mengatakan, diskusi mendalam di internal PBNU menemukan adanya sejumlah klaster tugas yang tersendat, bahkan terbengkalai dalam beberapa waktu terakhir.
Gus Yahya mengatakan, kesibukan Gus Ipul yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial menjadi faktor utama terhambatnya roda organisasi.
"Di antara yang kami lihat secara mencolok misalnya adalah klaster Kesekretariatan Jenderal. Karena kita sangat maklumi bahwa Sekjen yang kemudian menjadi Menteri Sosial, sudah setahun ini sejak beliau diangkat menjadi Menteri, karena kesibukan beliau sama sekali tidak sempat menengok kantor PBNU," ujar Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Meskipun koordinasi secara virtual masih berjalan, Gus Yahya menegaskan, ketidakhadiran fisik seorang Sekjen menciptakan kendala serius. Salah satu dampak paling nyata adalah tertundanya pengesahan dokumen-dokumen penting organisasi.
"Kendala-kendala itu misalnya bahwa ada sekian banyak SK (Surat Keputusan) yang selama ini sampai setahun tertunda pengesahannya karena berhenti di meja Sekjen," ucap dia.
Selain posisi Sekjen, evaluasi juga menyasar bidang kebendaharaan. Gus Yahya menyebutkan, Bendahara Umum, H. Gudfan Arief, sudah lebih dari dua bulan tidak terlibat aktif dalam manajemen kebendaharaan PBNU.
"Ini antara lain masalah-masalah besar, ada sejumlah masalah lain, tapi saya ingin sebut yang masalah besar-besar ini," kat adia.
Gus Yahya mengatakan, langkah ini konstitusional dan memiliki landasan hukum yang kuat dalam regulasi organisasi. Ia merujuk pada Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama Pasal 94, serta Peraturan Perkumpulan Nomor 10 dan Nomor 13 yang mengatur tentang pembagian tugas dan wewenang pengurus.
"Sistem konstitusi dan regulasi itu memberi jalan keluar. Di dalam aturan-aturan itu ada satu kategori keputusan terkait pembagian tugas pengurus yang disebut dengan rotasi jabatan," kata dia.
Rotasi ini diputuskan berdasarkan asas kompartementasi manajemen, di mana hal-hal yang menyangkut Tanfidziyah dapat diputuskan di tingkat rapat Tanfidziyah.
Berdasarkan keputusan rapat tersebut, PBNU melakukan rotasi jabatan dengan susunan sebagai berikut:
Saifullah Yusuf (Gus Ipul): Dirotasi dari Sekretaris Jenderal menjadi Ketua PBNU.
H. Amin Said Husni: Dirotasi dari Wakil Ketua Umum menjadi Sekretaris Jenderal PBNU (menggantikan Gus Ipul).
KH. Masyhuri Malik: Dirotasi dari Ketua PBNU menjadi Wakil Ketua Umum PBNU.
H. Gudfan Arief: Dirotasi dari Bendahara Umum menjadi Ketua PBNU.
H. Sumantri: Dirotasi dari Bendahara menjadi Bendahara Umum PBNU.
Gus Yahya menekankan, rotasi ini bukan semata manuver politik, melainkan kebutuhan mendesak agar PBNU bisa hadir secara optimal di tengah masyarakat.
"Ini semua kita maksudkan supaya tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh PBNU ini tetap bisa dijalankan dengan baik tanpa ada hambatan. Harus ada yang terus mengorganisir manajemen penanggulangan kontribusi NU untuk musibah-musibah itu. Maka rotasi ini sangat dibutuhkan agar manajemen organisasi ini bisa tetap perform secara optimal," ujar dia.
