Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengakui bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) menjadi payung hukum dalam mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Menurut Ahok, tanpa Raperda maka pihaknya tak bisa menentukan IMB kepada para pengembang reklamasi. Ahok mengajukan raperda tersebut kepada DPRD pada 23 November 2015. Menurut dia, ada sejumlah hal yang diatur dalam raperda itu, termasuk pengaturan mengenai besaran 15 persen kontribusi tambahan yang harus dibayar perusahaan pengembang.
Menurut Ahok, terdapat sejumlah perusahaan pengembang yang telah memegang izin prinsip serta izin pelaksanaan reklamasi. Di antaranya PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu serta PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Agung Podomoro.
Perusahaan pengembang itu menurut Ahok tidak keberatan untuk dikenai kontribusi tambahan. Bahkan, menurut dia, PT Muara Wisesa Samudera telah membayar kontribusi tambahannya di awal, meski raperda itu belum disahkan.
Kontribusi tambahan Agung Podomoro itu berupa pembangunan sejumlah proyek. Nantinya, nilai kontribusi tambahan yang harus dibayarkan Agung Podomoro akan dikurangi dari nilai proyek-proyek yang telah dilakukan.
Terkait perkara ini, Jaksa Penuntut Umum pada KPK mendakwa Mohamad Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI, menerima suap 2 miliar rupiah dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Pemberian suap itu dilakukan secara bertahap melalui Personal Assistant to President Director PT APL, Trinanda Prihantoro.
Suap itu diberikan untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Ahok juga membantah menyetujui pertukaran angka kontribusi tambahan sebesar 15 persen menjadi lima persen. Dia bilang masih mempertahankan angka kontribusi tambahan seperti draft awal diajukan, yakni 15 persen.