Momen Anies Baswedan bersama Pj. Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi di Kanto Kemendagri, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Tiga ya, transportasi, banjir, tata ruang, semuanya itu sebenarnya ada kaitannya. Kalau dengan tata ruang pasti bicara banjir, pasti bicara transportasi, pasti bicara pemukiman. Nah, yang kita bahas dulu, transportasi ya. Transportasi itu sebuah perjalanan transportasi di kota Jakarta yang harus berkelanjutan, harus membangun terus menerus. Karena perkembangannya, penduduknya meningkat, orang berorentasi ke Jakarta terus tumbuh, maka transportasi pembangunan itu tidak bisa berhenti, 20 tahun lagi berhenti, enggak. Sekarang kita menaruh fundamental di transportasi.
Pak Jokowi, beliau itu sudah menaruh fundamental MRT dilanjutkan dengan LRT dan seterusnya. Nah, maka dari itu mengatasi kemacetan mau tidak mau adalah yang semua warga juga tahu transportasi massal.
Masalahnya adalah transportasi massal di Jakarta yang ada sekarang misalnya MRT, LRT, yang sedang dibangun tidak masuk ke sub kota Aglomerai, berhentinya hanya di perbatasan Jakarta. Sekarang saya mau nanya, misalnya karyawan IDN, tinggalnya di Bekasi ingin cepat, aman, mudah, murah ya sudah naik motor. Misalnya punya mobil tapi tidak cepat. Artinya kan belum tercapai juga, walaupun pertumbuhan orang naik MRT terus meningkat, walaupun Trans Jakarta sudah melayani transportasi untuk masyarakat penduduk 89,7 persen jadi 90 persen sudah terlayani.
Pertanyaannya kenapa masih macet? Ya macet kan komuter (KRL) walaupun PT Kereta Api sudah menambah kereta juga tetapi penduduk terus ada dan masuk ke Jakarta.
Maka dari itu pembangunan MRT, Trans Jakarta, LRT tidak bisa di Jakarta saja. Contoh, kami berinisiatif mengambil keputusan TransJakarta itu hari-hari tertentu misalnya Kami, Jum'at, kami Pemprov DKI menjemput sampai Bogor dengan komunikasi antara Dinas perhubungan DKI Jakarta dengan Bogor. Itu untuk mengurangi kemacetan, kasihan masyarakatnya.
Nah, bagaimana dengan 10 tahun ke depan? Ya MRT itu harus juga bisa masuk ke simpul-simpul perumahan yang memang warganya masuk Jakarta. MRT mau masuk sana. LRT juga begitu. Nah, saya terima kasih kepada Pemerintah Pusat. LRT sudah ada, kereta cepat sudah ada.
Tapi kereta cepat sudah ada, ada positif karena mungkin juga baiknya adalah pertumbuhan Jakarta makin cepat. Karena kalau dia tinggal di Bandung, 30 menit sudah sampai di Jakarta. Lebih cepat tinggal di Bandung daripada Bekasi. Mungkin juga ke depan seperti itu. Berarti pembangunan transportasi Jakarta tidak boleh berhenti. Saya telah meneruskan pembangunan LRT, mulai dari Kelapa Gading, Pengangsaan 2 sampai dengan Manggarai. Harapan saya itu selesai di 2025, lantas bisa dilanjutkan di 2022 ke Dukuh Atas.
Tapi Itu tidak cukup juga. Maka dari itu nanti kota-kota Aglomerasi ini harus turut serta membangun blueprint transportasi yang tadi saya sampaikan. Sampai Bekasi, mananya itu Bekasi titiknya? Sampai ke BSD, mananya? Saat ini Pemprov DKI hanya bisa mengurangi kemacetan, mengurangi, tidak bisa menyetop macet.
Ya ini PR (Pekerjaan Rumah) membangun Jakarta, membangun transportasi tidak bisa setahun, tidak bisa 2 tahun, ya seumur hidup terus. Harus berkembang, harus terus tumbuh, harus terus sama-sama komitmen nanti siapapun gubernurnya terus. Sehingga bisa mengurangi pengguna transportasi pribadi ya.
Sebenarnya ada guyonan sih, lelucon. Suatu hari saya ditelepon oleh salah satu pejabat. "Pak Heru di titik ini macetnya luar biasa. Tolong dibantu dong, ada polisi, ada di sini". Walaupun sudah ada. Ya dia teman. Saya bercanda, guyonan gini, "Bapak naik mobil ya? Berarti yang menggaungkan kemacetan itu siapa sih? Pengguna roda 4". Saya bilang, saya bicara sambil bercanda. "Pak, kalau nggak bergerak-bergerak turun aja. Bapak daerah mana sih? Oh daerah sini. Saya ingat, daerah sini kan jalan 100 meter udah ketemu stasiun MRT. Bapak turun aja naik MRT". Ya bercanda, artinya dari sisi mana kita memandang bahwa kemacetan itu mungkin dikeluhkan oleh pengguna roda 4 kan, roda 2 juga macet sekarang.
Jadi yang tadi saya sampaikan, warga Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, ingin cepat, murah, nyaman, aman. Ya tadi, Pemprov DKI kan sudah melakukan itu. Maksimum warga Jakarta itu menggunakan membayar Rp10 ribu kan. Di atas itu Pemprov DKI yang bayar. Itu kan kebijakan yang luar biasa untuk mengatasi kemacetan yakni sistem pembayaran.
Yang berikutnya, TransJakarta sampai hari ini 4 ribu sudah pengguna sudah disubsidi oleh DKI Jakarta, Rp2 triliun sekian subsidinya. Untuk siapa? Untuk menampung bukan hanya warga Jakarta, warga non-Jakarta juga masuk Jakarta, kita berikan servis yang baik.
Maka, pemerintah daerah yang saya sebutkan kota-kotanya itu, harus juga bersama-sama Bappenas memiliki blueprint transportasi yang sama tadi. MRT kalau bisa sampai tembus ke Bekasi, titik mana, itu baru bisa mengurangi kemacetan. Kalau sekarang kan nggak bisa, hanya sebatas di kota Jakarta.
Mungkin dalam waktu pendek, misalnya di Bekasi, Depok, Tangerang, pemerintah daerahnya harus menyiapkan parkir umum yang nyaman. Untuk siapa? Sehingga masuk Jakarta ke titik tertentu, dia sudah naik MRT. Dia keluar perbatasan Jakarta, daerah menyiapkan parkir segala macam, membangunlah. Tapi kalau ditumbukan kepada Jakarta untuk menyelesaikan kemacetan, bukan warga Jakarta saja yang masuk, warga lainnya datang bekerja di Jakarta, kira-kira seperti itu. Jadi ke depan Aglomerasi itu penting untuk menyamakan masalah transportasi blueprint.
Yang berikutnya, masalah banjir. Banjir itu hal yang terpenting sudah saya selesaikan, sodetan Kali Ciliwung. Lantas titik tertentu yang menjadi simpul kemacetan, simpul itu simpul kemacetan air ya memperlambat air. Di tikungan tertentu, saya sudah eksekusi administrasi yakni di Rawa Jati, kemudian saya lupa di Jakarta Timur namanya apa dua titik itu kita sudah, bahkan sudah dibayar, bahkan sekarang sudah sheet pile (turap) oleh Kementerian PU. Ya perlu waktu lagi titik yang lain untuk mengatasi banjir.
Banjir kan ada (penyebab) berbagai macam faktor, ada rob, ada banjir hujan yang dari atas, ada banjir kiriman. Tiga itu harus sama-sama.
Sementara rob yakni membangun tanggul pantai giant sea wall Itu sudah tidak bisa ditawar menawar karena lahan Jakarta semakin tahun semakin menurun.
Lantas berikutnya, kami memperbanyak situ atau embung. Ada lokasi lahan yang memang cocok untuk bikin embung. Contohnya tahun ini di Kamal Muara, di Kalibaru, sebagian satu di Jakarta Selatan, satu lagi di Jakarta Timur bikin embung. Pertama untuk menampung parkir air sementara, kedua, embung atau waduk kecil itu supaya ada air bersih di sekitarnya Jakarta. Kalau secara alami, nanti dia menyerap ke bawah itu bisa menghambat air laut masuk ke Jakarta.
Lalu pompa-pompa, kami bersama KemenPUPR sampai 2025 terus membangun rumah pompa di titik itu. Saya minta kepada kepala Dinas SDA membangun rumah pompa di 2025 itu di sekitar Bogasari sehingga area Sunter dan Kelapa Gading bisa cepat air dibuang ke laut. Kita proses itu.
Terus tadi tata ruang ya. Masalah tata ruang banyak, pembenahan rumah kumuh, pembangunan rumah susun, memberi banyak ruang hijau. Nah, terkait dengan membangun RTH, berkali-kali saya sudah sampaikan setiap tiga bulan lurah itu berwajiban membangun RTH, bisa yang kecil, bisa lebar, bisa panjang, bisa kotak. Itu setiap kelurahan harus ada. Kalau setiap kelurahan selama satu tahun dia memiliki tiga, ada sekian kelurahan sudah berapa? Seribu lebih. Lumayan untuk bisa menyerap air, mengurangi polusi. Nah itu juga dalam rangka pembenahan tata ruang.