Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ANTARA FOTO/Ahmad Subaid

Jakarta, IDN Times - Polemik penetapan status bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ramai dibicarakan di media sosial. Gempa besar yang beberapa kali terjadi menambah jumlah korban jiwa dan kerusakan bangunan serta kerugian ekonomi. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp7,7 triliun.

"Melihat dampak gempa Lombok tersebut lantas banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Jakarta, Selasa (21/8).

1. Penetapan status bencana diatur dalam PP No 21 Tahun 2008

Gempa Lombok, NTB (BNPB)

Sutopo menjelaskan wewenang penetapan status bencana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008. Dalam PP tersebut disebutkan, penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai tingkatan bencana.

"Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/wali kota," jelas dia.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama, yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

"Namun, indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur, yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah, apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak," lanjut Sutopo.

2. Belajar dari peristiwa tsunami Aceh 2004

BNPB

Sutopo mencontohkan, tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota, termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Dengan demikian, wewenang diserahkan ke pemerintah pusat alias berstatus bencana nasional.

"Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat, termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja," kata dia.

Status bencana nasional akan membuka pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain, dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

"Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini, belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab Bangsa Indonesua banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004," ungkap Sutopo. 

3. Penanganan dampak korban bencana diutamakan

BNPB

Menurut Sutopo, yang terpenting adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat, bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti.

"Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personel, bantuan logistik dan peralatan, manajerial, dan tertib administrasi," ujar dia.

Dana cadangan penanggulangan bencana Rp4 triliun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB, kata Sutopo, juga siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang, pemerintah siap menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI.

Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-gempa Lombok yang diperkirakan lebih dari Rp7 triliun, lanjut Sutopo, juga akan dianggarkan pemerintah pusat.

"Bahkan presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat," kata Sutopo.

Menurut Sutopo Presiden Joko 'Jokowi' Widodo terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan, Presiden telah hadir di Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana. 

4. Banyak masyarakat tidak paham manajemen bencana

BNPB

Menurut Sutopo, banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak juga pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional.

Tanpa ada status itu pun, kata dia, saat ini pemerintah sudah mengerahkan sumber daya nasional, mulai personel dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian/lembaga terkait dan lainnya.

Sutopo menegaskan, bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri, dan lainnya juga sudah disalurkan ke Lombok. Rumah sakit lapangan dari Kementerian Kesehatan dan TNI, santunan dan bantuan dari Kementerian Sosial, sekolah darurat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sudah dikirim.

"Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan," ujar dia.

Dalam penanganan bencana, kata dia, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat juga hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh. 

"Dalam praktik penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun, kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional," kata Sutopo.

Sutopo memaparkan penanganan bencana seperti gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya sebagian besar penanganan skala nasional dan bantuan dari pusat, tanpa menetapkan status bencana nasional.

"Memang, ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Ini disampaikan banyak pihak tanpa memahami aturan main dan konsekuensinya," ujar dia.

5. Tidak perlu larut dalam polemik status bencana

BNPB

Karena itu, menurut Sutopo, masyarakat tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Terpenting, adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada msyarakat terdampak.

Dalam kasus bencana gempa lombok, Sutopo mengingatkan, pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat. Sementara, pemerintah pusat sudah membantunya. Skala penanganan pun sudah skala nasional, karena itu tak perlu lagi ditingkatkan pada status bencana nasional.

"Mari kita bersatu. Bencana adalah urusan kemanusiaan. Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat Lombok memerlukan bantuan kita bersama. Energi kita satukan untuk membantu masyarakat Lombok," kata Sutopo.

Selama bantuan tercukupi dan penanganan korban gempa Lombok berjalan baik, sepertinya tidak perlu lagi ada peningkatan status menjadi bencana nasional. Setuju gak guys?

Editorial Team