Ilustrasi. IDN Times/Indiana Malia
Meski tak menolak mentah-mentah, Fraksi PKS di DPR RI mengajukan empat poin yang dirasa perlu masuk ke dalam draf RUU tersebut.
Poin pertama adalah usulan pergantian nomenklatur ‘kekerasan seksual’ menjadi ‘kejahatan seksual’, yang dianggap sebagai wujud ketegasan derajat hukum yang berat. Istilah kejahatan seksual menggambarkan unsur kesalahan dan derajat tindak pidana yang lebih tegas sehingga dapat mempermudah dalam perumusan delik dan pemenuhan unsur-unsur pidana dalam pembuktian.
"Istilah 'kejahatan seksual' juga lebih memenuhi kriteria 'darurat kejahatan seksual' yang sedang terjadi di masyarakat. Selain itu, istilah kejahatan seksual juga sudah digunakan dalam Undang-Undang Pelindungan Anak," ungkap Sukamta.
Poin kedua, papar Sukamta, melakukan perubahan definisi dari kekerasan seksual itu sendiri. Definisi yang dirumuskan dalam RUU yang ada sekarang masih ambigu sehingga menimbulkan keraguan, kekaburan, dan ketidakjelasan.
"Di antaranya dengan tidak memperhitungkan risiko korban dapat kehilangan nyawa dari tindakan kejahatan seksual; memasukkan unsur 'hasrat seksual' yang luas yang dapat berimplikasi pada sikap permisif terhadap perilaku seksual menyimpang juga karena menggunakan istilah 'relasi kuasa' yang dapat disalahpahami dengan 'relasi suami-istri'," papar Sukamta.
Poin ketiga sendiri, jelas Sukamta berkaitan dengan peran pemerintah, di mana kemudian FPKS mengusulkan untuk memasukkan klausul langkah-langkah preventif terhadap kejahatan seksual. Di antaranya adalah dengan mewajibkan kepada pemerintah untuk memerangi pornografi, peredaran ilegal narkotika, zat psikotropika, serta minuman keras sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencegahan kejahatan seksual.
Poin keempat, FPKS mengajukan untuk menambahkan nilai “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi asas pertama dalam Rancangan Undang-Undang tersebut.
Fraksi PKS berpandangan menjadi penting untuk menggunakan pendekatan ketaatan terhadap agama sebagai salah satu perspektif dalam pencegahan kejahatan seksual. "Ketaatan terhadap ajaran agama yang dianut akan menimbulkan kesadaran hakiki seseorang untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat seseorang karena dianggap sebagai perbuatan dosa," begitu yang ditulis PKS dalam rilis yang tercantum di situsweb resmi mereka.