Ilustrasi pelayanan publik. (IDN Times/Aditya Pratama)
Eksekusi 27 bidang tanah di Cluster Setia Mekar Residence 2 diketahui berawal dari transaksi jual beli terhadap tanah seluas 3,6 hektare pada 1990. Saat itu, tanah tersebut tercatat bersertifikat dengan nomor 325 atas nama Juju Saribanon Doli.
Perwakilan developer sekaligus penghuni cluster, Abdul Bari menjelaskan, pada 1990, Juju diketahui melakukan transaksi jual beli tanah dengan seseorang bernama Abdul Hamid.
Saat itu, Juju membuat akta jual beli (AJB) sebagai bukti kwitansi pembelian tanah. Meskipun baru hanya membayar uang muka, Juju langsung menyerahkan sertifikatnya ke Abdul Hamid.
Setelah sertifikat berpindah, Abdul Hamid langsung berniat menjual tanah tersebut ke pihak lain. Abdul Hamid pun meminta kepada Bambang Herianto untuk menawarkan tanah seluas 3,6 hektare tersebut ke calon pembeli.
"Ditunjuklah anak buahnya bernama Bambang Herianto. Dia diberikan kuasa untuk memasarkan tanah tersebut," kata Bari, dikutip Selasa (4/2/2025).
Bari mengatakan, Bambang langsung mendapatkan calon pembeli bernama Kayat tak lama setelah diberikan kuasa. Transaksi jual beli itu pun terjadi dan sertifikat tanah atas nama Juju berpindah ke tangan Kayat.
Setelah itu, Kayat meminta Abdul Hamid untuk dipertemukan dengan Juju dengan tujuan untuk mengubah nama sertifikat dari Juju ke Kayat. Setelah mengetahui permintaan tersebut, Abdul Hamid secara tiba-tiba langsung menghilang.
Abdul Hamid juga saat itu belum melunasi sisa pembayaran pembelian tanah kepada Juju. Merasa dirugikan, Juju langsung melaporkan Abdul Hamid ke ke Polda Metro Jaya pada 1991.
"Sehingga bukti transaksi jual beli antara Juju dan Abdul Hamid, menurut Juju, dibatalkan," jelas Bari.
Beberapa waktu kemudian, Kayat pum berhasil menemui Juju. Juju pun meminta Kayat menanggung sisa pembayaran Abdul Hamid yang belum dilunasi.
Kayat saat itu menerima permintaan tersebut. Setelah permintaan diterima, Juju kembali membuat AJB dan sertifikat bernomor 325 miliknya pun balik nama dari Juju menjadi atas nama Kayat dengan luas tanah 3,6 hektare.
Setelah balik nama, lanjut Bari, Kayat langsung menjual tanah tersebut. Namun, Ia menjual tanah tersebut dengan memecah sertifikat bernomor 704, 705, 706, dan 707.
"Dari keempat bidang itu, diperjualbelikan lagi kepada banyak pihak. Mungkin sampai hari ini, 50 bidang dari SHM 325," katanya Bari.
Bari menyampaikan, Kayat menjual dua bidang tanah dengan nomor sertifikat 704 seluas 2,4 hektare dan nomor 705 seluas 3.100 meter persegi kepada Toenggoel Paraon Siagian dan sertifkatnya telah dibalik nama menjadi milik Toenggoel.
"Sedangkan bidang tanah dengan sertifikat nomor 706 dan nomor 707 dijual secara acak oleh Kayat," jelas Bari.