Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja bertemu dengan Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Kantor KPU RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja bertemu dengan Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Kantor KPU RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang dilakukan oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Dugaan pelanggaran kode etik itu diadukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tentang terbatasnya akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

1. KPU heran Bawaslu bawa polemik Silon ke DKPP

Lambang Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam sidang pemeriksaan lanjutan, Anggota KPU RI, Yulianto Sudrajat, mempertanyakan langkah Bawaslu RI membawa masalah Silon ke DKPP. Padahal, kata Yulianto, karena yang menjadi perkara aduan Silon berlandaskan dari Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, maka Bawaslu lebih tepat mengambil langkah uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

KPU khawatir jika masalah tersebut hanya diadukan ke DKPP justru bisa menimbulkan tidak ada kepastian.

"Kalau memang merasa tidak sepakat dengan soal PKPU itu mestinya langkahnya ke MA juga. Jadi biar jelas begitu," ujar Yulianto, Rabu (13/9/2023).

Sebab, kata Yulianto, seharusnya apabila Bawaslu mempermasalahkan aturan mengenai akses Silon, maka yang digugat ialah PKPU, bukan KPU sebagai individu.

"Kalau penyelenggara seperti ini terus, gimana? Gak ada kepastian nanti. Silakan salurkan ke lembaga yang berwenang. Bukan nabrak-nabrak begini. Mohon maaf. Kalau memang masalah itu aturannya, ya, di-challenge dong aturannya," ucap Yulianto.

2. Ketua KPU singgung soal perasaan

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari juga mempermasalahkan aduan yang dibuat Bawaslu ke DKPP. Menurutnya, yang dilaporkan bukan berkaitan dengan KPU secara kelembagaan, tetapi jajaran komisioner KPU secara individu.

"Kami ini diadukan ke sini sebagai pribadi-pribadi bukan lembaga. Kalau kami diadukan sebagai lembaga, bahkan dipanggil sidang perkara di Bawaslu sebagai lembaga, kami KPU selalu hadir," kata Hasyim.

"Yang namanya lembaga tidak punya perasaan, tapi kalau kami diadukan di sini sebagai pribadi-pribadi, kami ini manusia biasa yang punya perasaan," sambung dia.

Hasyim menjelaskan, sebenarnya KPU sebagai lembaga negara penyelenggara pemilu sangat mungkin diadukan lantaran diduga melakukan pelanggaran administrasi hingga disengketakan. Namun harusnya yang jadi sengketa KPU secara kelembagaan.

Dalam perkara itu, Hasyim membahas petitum tentang jajaran Bawaslu selaku pengadu memohon ke DKPP agar memberhentikan sementara ketua dan komisiner KPU RI.

"Tetapi begitu yang diadukan ke DKPP yang disasar adalah pribadi-pribadi dan jelas di dalam petitumnya memohon kepada majelis untuk pemberhentian sementara. Oleh karena itu saya sebagai pribadi ketika diadukan, ya sudah jadi nasib, saya hadapi siapapun yang mengadukan," imbuh dia.

3. Bawaslu tegaskan aduan Silon tak menyasar persoalan pribadi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menanggapi pernyataan jajaran KPU itu, Anggota Bawaslu, Totok Hariyono memastikan pihaknya tak ada unsur menyasar persoalan pribadi kepada tujuh jajaran Komisioner KPU tersebut.

Menurutnya, perkara yang diadukan merupakan masalah yang mengakar sejak lama. Pihaknya menegaskan, harus menjelaskan latar belakang diadukannya KPU ke DKPP tersebut. Sebab, muncul isu ada perseteruan antar lembaga penyelenggara pemilu yakni Bawaslu dan KPU dalam tahapan pelaksanaan Pemilu 2024.

"Ini bukan problem komunikasi, ini juga bukan problem personal, Yang Mulia. Tapi ini problem dari dulu sampai sekarang," ujar Totok dalam kesempatan yang sama.

Sebaliknya, Totok mengungkapkan, Bawaslu ingin menghentikan citra buruk yang muncul di masyarakat. Dia tidak mau Bawaslu dan KPU seperti Tom and Jerry yang di dalamnya memperlihatkan ketidakakuran.

Oleh sebabnya, masalah akses Silon yang terbatas dialami Bawaslu hanya bisa selesai melalui jalur peradilan etik. Sebab, kebijakan KPU membatasi akses Silon melalui PKPU Nomor 10 Tahun 2023 berkaitan dengan profesionalitas.

Diketahui, perkara ini diadukan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja bersama jajaran anggota Bawaslu lainnya, yaitu Totok Hariyono, Herywn J.M. Malonda, Puadi, dan Lolly Suhenty. Mereka berstatus sebagai Pengadu I sampai V.

Para Pengadu mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota KPU lainnya, yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Dengan demikian, Hasyim dan komisioner KPU lainnya merupakan pihak Teradu I sampai VII.

Para teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan pengadu berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Silon serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.

Selain itu, para teradu juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang. 

Editorial Team