Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Joko Widodo (dok. Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Pakar politik Robi Nurhadi menilai pernyataan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang menyebut presiden bisa berkampanye politik, sarat akan kepentingan. Menurutnya, kepentingan yang dilakukan Jokowi adalah melanggengkan kekuasaannya dengan memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden.

“Kalau presiden menyatakan seperti itu tidak dalam posisi yang berpihak dalam arti tidak ada kepentingan keberpihakan sebelumnya, maka kita bisa melihat suatu hal yang wajar. Namun publik melihat ada kepentingan dan keberpihakan sebelumnya. Maka ini adalah satu persoalan,” ujar Robi dalam diskusi virtual yang disiarkan di kanal YouTube Ruang Bicara, Jumat (26/1/2024).

1. Jokowi harus ajukan cuti bila ingin ikut kampanye

Presiden Jokowi cetak aturan presiden boleh kampanye pakai kertas besar (YouTube.com/Sekretaris Presiden)

Dalam kesempatan itu, Pakar komunikasi politik, Nyarwi Ahmad, mengatakan Jokowi seharusnya cuti bila ingin ikut berkampanye. Bila tidak, dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

“Pertanyaan berikutnya, Presiden mengajukan cuti kepada siapa? Apakah Presiden mengajukan cuti kepada dirinya sendiri? Padahal hanya ada satu presiden. Nah, hal-hal semacam ini saya pikir paradoks dan munculnya abuse of power. Artinya, terjadi penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan,” ujar Nyarwi.

2. Belum ada aturan untuk menguji akuntabilitas kinerja presiden

Presiden Joko Widodo (dok. Sekretariat Presiden)

Nyarwi mengatakan, hingga kini belum ada aturan untuk menguji akuntabilitas kinerja presiden. Seharusnya, publik bisa menguji dan mengetahui secara transparan apa saja yang sudah dilakukan presiden.

”Untuk memastikan hal tersebut, publik punya hak sebagai pemilik kedaulatan agar menjamin akuntabilitas Presiden dan pejabat publik. Karena rakyat yang memilih Presiden. Hal ini dijamin dalam UUD Pasal 9 bahwa Presiden mempunyai sumpah janji jabatan di mana Presiden menjalankan tugas sebaik-baiknya, seadil-adilnya, dan selurus-lurusnya,” ucap dia.

3. Sistem politik Indonesia cenderung feodal

Presiden Joko Widodo (dok. Sekretariat Presiden)

Nyarwi mengatakan, sistem politik Indonesia cenderung feodal. Menurutnya, orang-orang di sekitar presiden cenderung menempatkan dalam posisi sebagai presiden.

“Di tengah budaya politik Indonesia yang cenderung feodalistik seperti ini, orang-orang disekitar Presiden cenderung menempatkan presiden sebagai raja dalam sistem monarki, padahal kita ini menganut sistem demokrasi. Ini yang saya kira, godaan-godaan mengarah pada abuse of power ini sangat tinggi,” kata Nyarwi.

Editorial Team