Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jokowi Dinilai Orang yang Paling Deg-Degan Saat Hari Pencoblosan

Pemimpin PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Pemimpin PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah menyebut hari pencoblosan, 14 Februari 2024 merupakan hal mencekam bagi masing-masing pasangan calon presiden-calon wakil presiden bersama pendukungnya.

Namun, Eep menilai, Presiden Joko "Jokowi" Widodo akan menjadi orang paling deg-degan pada saat hari pencoblosan, 14 Februari 2024 mendatang. Menurutnya, ada banyak pertaruhan Jokowi pada Pilpres 2024.

"Orang pertama yang paling deg-degan Jokowi. Terlalu banyak yang dijadikan pertaruhan," ujar Eep dalam diskusi politik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2024).

1. 14 Februari 2024 menjadi titik nadir demokrasi Indonesia

Pemimpin PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Eep mengatakan, 14 Februari 2024 menjadi titik nadir demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap pemilih mencoblos pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang tepat untuk memimpin Indonesia.

"Ini bisa jadi titik nadir atau titik balik. Titik nadir Tuhan menakdirkan bahwa yang ditetapkan pemenang adalah orang-orang yang semestinya kita lawan. Saya berdoa sama seperti doa banyak orang. Itu tidak terjadi. Kalau itu terjadi terbayang setelah 2024 apa yang terjadi di Indonesia," ucap dia.

2. Anies dan Ganjar diingatkan tak boleh berkhianat pada konstitusi apabila terpilih jadi presiden

Pemimpin PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dalam kesempatan itu, Eep mengingatkan, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo untuk tidak berkhianat kepada konstitusi apabila salah satunya terpilih menjadi presiden.

"Jujur saja Ganjar atau Anies jadi presiden, kita harus ingatkan mereka berdua mereka tidak boleh berkhianat lagi seperti ini," kata dia.

3. Capres-cawapres harusnya membuat komitmen politik

Pemimpin PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Eep menegaskan, masing-masing capres-cawapres seharusnya membuat komitmen untuk membuat Undang-Undang Kelembagaan Kepresidenan, yang membatasi kewenangan presiden.

"Wajib punya UU pendanaan politik yang mengatur, membatasi, mentransparansi uang kegiatan politik dikumpulkan, dibelanjakan, dan larangan melakukan repayment previledge. Negara Afrika, seperti Burundi punya aturan seperti ini, Indonesia belum. Karena presiden yang terpilih langsung, SBY dan Jokowi tidak bisa menundukkan kekuatan yang menolak aturan semacam ini. Kalau partai sepakat menolak dan presiden tidak bisa menundukkan partai-partai itu, selesai kita," ujar dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Ilman Nafi'an
Dwifantya Aquina
Muhammad Ilman Nafi'an
EditorMuhammad Ilman Nafi'an
Follow Us