Pengamat bidang militer dan hankam dari Universitas Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie ketika berbicara di program "Ngobrol Seru" (Tangkapan layar YouTube IDN Times)
Sementara, analis militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie menilai seharusnya pemilihan Panglima TNI tidak perlu dicampuri keterlibatan sipil. Ia menyentil sejumlah politikus yang melakukan 'endorse' agar Andika terpilih sebagai Panglima TNI.
Menurut Connie, saat ini sudah banyak lembaga dan kementerian yang dipolitisasi. Ia tak menginginkan lembaga TNI juga diperlakukan demikian.
"Makanya sejak awal saya sudah mengimbau anggota DPR dan MPR untuk melakukan revisi di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI, terutama tentang pergantian Panglima TNI," kata perempuan yang meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) ketika dihubungi, 6 September 2021.
Connie menambahkan, Panglima TNI yang diangkat harus demi kebaikan organisasi TNI itu sendiri. Artinya, sudah tidak boleh lagi ada gerakan-gerakan senyap, sehingga proses pemilihan sebaik apapun menjadi tidak lagi relevan.
Dulu, kata dia, proses pemilihan Panglima TNI melibatkan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) TNI. Namun, proses tersebut tak lagi terjadi. Pemilihan Panglima TNI sepenuhnya tergantung presiden.
Tetapi, Connie menilai, lantaran ada aksi 'endorse' 'yang dilakukan sejumlah politikus, seolah-olah menimbulkan persepsi ada persaingan antar calon Panglima TNI.
"Yang perang adalah sipil-sipilnya atau parpol-parpol di baliknya yang ingin calonnya jadi (Panglima TNI)," tutur dia.
Connie mengaku mendengar sejumlah ketua umum parpol mengajak salah satu kepala staf TNI untuk makan malam. Bahkan, ia mengaku ikut diajak tetapi menolak.
"Ini kan jatuhnya sudah semacam kampanye dan saya tidak mengalami dalam pemilihan Panglima TNI yang lalu," kata Connie.