Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) - MBG
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji (memegang microfon) ketika berbicara di diskusi ICW. (IDN Times/Santi Dewi)

Intinya sih...

  • Jawa Barat jadi provinsi dengan korban keracunan MBG terbanyak, mencapai 2.012 anak.

  • Program MBG hanya mengejar target jumlah penerima, tidak memperhatikan kualitas gizi dan keselamatan anak.

  • JPPI mendesak Presiden Prabowo agar segera menghentikan program MBG dan melakukan evaluasi total sistem tata kelola MBG.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengetuk hati nurani Presiden Prabowo Subianto, agar menghentikan program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, berdasarkan penghitungan JPPI sejak Januari hingga September 2025, ada 6.452 anak jadi korban keracunan makanan. Bahkan, Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut korban yang belum terdata diperkirakan lebih besar.

"Yang diketahui dari pemantau kami (korban anak keracunan) mencapai 6.452 anak. Jadi nunggu berapa ribu lagi korban yang keracunan, sehingga program ini harus dihentikan," ujar Ubaid ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Ubaid mengatakan di balik ribuan angka korban tersebut, ada anak-anak yang menangis karena keracunan. Orang tua pun juga berurai air mata karena melihat anak mereka menjadi korban keracunan MBG.

"Di balik angka ini ada banyak air mata, kesedihan, tangisan. Saya tidak tahu presiden butuh berapa ribu lagi yang menjadi korban. Atau presiden menunggu adanya korban nyawa sehingga direspons untuk dihentikan," tutur dia.

Ubaid memaparkan lonjakan korban akibat keracunan program MBG terjadi pada Juli 2025, ketika libur sekolah usai. Angka korban saat itu mencapai 342. Lalu, melonjak menjadi 2.296 pada Agustus 2025.

"Ke depan SPPG yang dibuka akan lebih banyak lagi kalau tidak direm. Presiden, please, jangan main-main dengan nyawa anak. Mohon utamakan keselamatan anak," katanya.

1. Jawa Barat jadi provinsi dengan korban keracunan MBG terbanyak

Sebaran data keracunan MBG yang dikumpulkan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). (Tangkapan layar YouTube ICW)

Berdasarkan data yang diperoleh JPPI di lapangan, korban keracunan MBG terbesar ada di Provinsi Jawa Barat, yang mencapai 2.012 anak. Sedangkan, di bawahnya berada di Yogyakarta 1.047 anak, Jawa Tengah 722 anak, Bengkulu 539 anak, dan Sulawesi Tengah 446 anak.

Ubaid menilai bila kasus keracunan makanan MBG sudah menyebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia, maka penyebabnya bukan kesalahan teknis belaka.

"Kalau sudah menyebar di banyak daerah (kasus keracunan makanan), ini bukan kesalahan dapur. Tapi, kesalahan sistem," kata dia.

2. Program MBG hanya mengejar target jumlah penerima MBG

MBG yang dimakan siswa keracunan. (IDN Times/istimewa).

Ubaid juga menyebut ada lima kesalahan dalam sistem MBG. Pertama, sejak awal program tersebut diluncurkan pada awal Januari 2025, pemerintah hanya fokus jumlah penerima MBG. Padahal, seharusnya yang difokuskan apakah menu MBG telah memenuhi kecukupan gizi.

"Yang ditanyakan selalu berapa dapur yang sudah dibuka, berapa anak yang terjangkau MBG. Tapi, pertanyaan apakah menunya berkualitas atau tidak, itu tidak dianggap penting dan dilaporkan oleh BGN (Badan Gizi Nasional)," kata dia.

Menurut Ubaid, bila pemerintah mengutamakan gizi, maka keselamatan dan gizi yang diterima anak harus jadi prioritas. Bukan membuka dapur sebanyak-banyaknya.

Faktor penyebab kesalahan kedua, kata Ubaid, adalah mendahulukan dapur untuk dibuka di kota-kota besar. Padahal, anak dengan gizi buruk justru ditemukan di wilayah pedesaan.

Faktor kesalahan ketiga, BGN tidak menggandeng dinas kesehatan, sekolah dan orang tua dalam proses distribusinya. Dampaknya bila terjadi kasus keracunan makanan, lalu sekolah melaporkan ke dinas pendidikan, dan mereka tak bisa merespons.

"Karena sejak awal dinas pendidikan tidak dilibatkan. BGN is very arogant dan ngawur," tutur dia.

Faktor kesalahan keempat, dapur penyedia MBG sangat rawan kepentingan dan rentan terhadap praktik korupsi. Sebab sejak awal dapur penyedia MBG tidak transparan dan akuntabel.

"Di mana akuntabilitasnya kalau sekolah-sekolah diminta untuk tanda tangan formulir yang isinya bila terjadi keracunan maka yang menanggung adalah pihak sekolah," katanya.

Faktor kesalahan kelima dari program MBG, yakni mencaplok anggaran pendidikan. Berdasarkan data dari JPPI pada 2025 terdapat Rp171 triliun.

"Tahun 2026 seperti pidato presiden, 30 persen sampai 44 persen anggaran pendidikan digerogoti untuk MBG. Kalau dirupiahkan itu sekitar Rp200 triliun hingga Rp300 triliun," tutur dia.

3. JPPI desak MBG disetop dan dievaluasi

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sedang menyampaikan pidatonya di General Assembly Hall, New York, Selasa (23/9/2025). (YouTube IDN Times)

Oleh sebab itu, Ubaid mendesak Presiden Prabowo agar segera menghentikan program MBG dan melakukan evaluasi total sistem tata kelola MBG yang saat ini dikendalikan penuh oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

"Bahwa nanti ada alternatif lain atau cara lain, monggo. Tapi, setelah ada perbaikan sistem. Karena kesalahan lagi-lagi bukan di level dapur melainkan di level BGN," kata dia.

Selain itu, tidak ada yang bisa mengendalikan BGN selain Prabowo, sebab MBG merupakan program kesayangan RI-1. Selain itu, JPPI juga menuntut agar dilakukan transparansi soal kerja sama antara dapur dengan yayasan.

"Jangan sampai ada celah atau ruang-ruang untuk dikorupsi," tutur dia.

Editorial Team