Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Keracunan MBG Banyak Terjadi di Jabar, Istana Ungkap Ini Penyebabnya

Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Serangan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Serangan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Intinya sih...
  • Istana bongkar ada lebih dari 5.000 siswa jadi korban keracunan MBG
  • Higienitas makanan tidak dijaga jadi salah satu penyebab siswa keracunan
  • Istana wanti-wanti tak boleh lagi ada pungli di program MBG
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkap, salah satu penyebab maraknya terjadi keracunan massal karena belum semua Satuan Pelayanan dan Pemenuhan Gizi (SPPG) menjalankan prosedur keamanan pangan. Berdasarkan data per September 2025, dari 1.379 SPPG, sudah ada 413 yang memiliki Standar Operasi Prosedur (SOP) keamanan pangan.

"Tetapi, baru 312 yang menjalankan SOP tersebut," ujar Qodari di Kantor Bina Graha, Komplek Istana Kepresidenan, Senin (22/9/2025).

Ia mengatakan, bila kasus keracunan pada MBG ingin dikurangi maka SOP keamanan pangan wajib dimiliki dan dijalankan oleh tiap SPPG. Di sisi lain, SPPG juga harus mengantongi Sertifikasi Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. SLHS itu, kata Qodari, merupakan bukti tertulis pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan keamanan pangan olahan serta pangan siap saji.

"SPPG itu juga harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai bentuk upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG. Ini kan contoh bagaimana satu program gak bisa berdiri sendiri. Ada juga kementerian atau lembaga (K/L) yang lain," tutur dia.

Berdasarkan data yang ia miliki, baru 34 SPPG yang telah mengantongi SLHS. Sebanyak 8.549 SPPG yang ada belum memiliki sertifikasi dari Kemenkes.

1. Istana bongkar ada lebih dari 5.000 siswa jadi korban keracunan MBG

IMG-20250612-WA0100.jpg
Siswa sekolah di Dolok Sanggul saat menikmati MBG perdana di Humbang Hasundutan, Rabu (11/6/2025) (dok.istimewa)

Di forum itu, Qodari juga membongkar jumlah korban keracunan dari program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai lebih dari 5.000 orang.

Ini merupakan kali pertama Istana mengungkapkannya ke ruang publik. Meskipun data yang dikutip oleh KSP dari tiga instansi pemerintah berbeda angka.

"Jadi, data dari tiga lembaga sebagai berikut BGN (Badan Gizi Nasional) ada 46 kasus keracunan dengan jumlah korban 5.080 orang. Itu data per 17 September 2025. Kedua, data dari Kemenkes dengan data 16 September 2025 jumlah korban 5.207 korban. Ketiga, data dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) per 10 September 2025 dengan korban mencapai 5.320 orang," kata mantan pemilik lembaga survei itu.

Ia pun juga memegang data korban keracunan MBG dari elemen masyarakat yakni Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Mereka mencatat ada 5.360 siswa yang menjadi korban keracunan. Namun, JPPI tidak menyebut korban tersebut berasal dari berapa kasus.

Qodari menambahkan, mayoritas korban keracunan berasal dari Provinsi Jawa Barat.

2. Higienitas makanan tidak dijaga jadi salah satu penyebab siswa keracunan

SPPG Tambolaka ini kita memanfaatkan petani lokal, peternak, dan pengusaha-pengusaha lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya untuk program MBG. (Dok. Tim Komunikasi Prabowo)
SPPG Tambolaka ini kita memanfaatkan petani lokal, peternak, dan pengusaha-pengusaha lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya untuk program MBG. (Dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Lebih lanjut, berdasarkan temuan Istana, ada sejumlah faktor penyebab korban keracunan dari program MBG. Pertama, kata Qodari, disebabkan kondisi makanan tidak higienis.

"Kedua, suhu makanan dan ketidaksesuaian pengolahan pangan. Ketiga, adanya kontaminasi silang dari petugas. Keempat, ada indikasi sebagian (kasus keracunan) disebabkan alergi pada penerima manfaat," tutur dia.

Qodari pun menyebut, maraknya korban keracunan akibat MBG bukan tanpa respons dari pemerintah. Sebab, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sudah meminta maaf akibat banyaknya kasus keracunan makanan dan akan melakukan evaluasi.

"Ini contoh dan bukti bahwa pemerintah tidak tone deaf," katanya.

3. Istana wanti-wanti tak boleh lagi ada pungli di program MBG

Wakil Kepala Staf Kepresidenan (Waka KSP), M. Qodari (dok. Istimewa)
Kepala Staf Kepresidenan (Waka KSP), M. Qodari (dok. Istimewa)

Qodari juga mewanti-wanti agar tidak ada pungutan liar di program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, dengan adanya pungli yang dilakukan oleh para yayasan bisa mengurangi kualitas program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

"Kalau ada pungli pada SPPG, maka alokasi angka (anggaran) Rp10 ribu untuk bahan pangan ke SPPG nanti bisa berkurang. Tergantung berapa nilai punglinya," ujar Qodari.

Ia menambahkan, maraknya pungli akhirnya mempengaruhi kualitas menu MBG yang diterima oleh para siswa. "Ujung-ujungnya nanti bisa menimbulkan risiko keracunan karena yang dibeli adalah bahan-bahan (pangan) yang berkualitas rendah," tutur dia.

Mantan pemilik lembaga survei itu menggaris bawahi praktik pungli di MBG bukan sekedar mengenai uang. Tetapi, ketiadaan pungli juga menjadi salah satu penentu kesuksesan dari program MBG.

"Karena kalau MBG dijalankan dengan benar, mulai dari pengelolaan SPPG, manajemen SPPG tidak ada pungli lalu sesuai SOP, ada SLHS (Sertifikasi Laik Hygiene dan Sanitasi), maka Insyaallah program MBG akan berjalan dengan baik," katanya.

Peristiwa keracunan pun, kata Qodari, bisa diatasi. Sehingga SLHS menjadi suatu keniscayaan di semua SPPG.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Mendagri Temui Menkeu, Bahas Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemda

23 Sep 2025, 09:33 WIBNews