Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi cafe estetik (pexels.com/Quark Studio)
ilustrasi cafe estetik (pexels.com/Quark Studio)

Intinya sih...

  • LMKN mengelola pembayaran royalti sesuai Undang-Undang Hak Cipta

    • Sistem digital memudahkan pelaku usaha untuk mendaftar dan membayar royalti

  • Tujuan Indonesia memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri kreatif

  • Pelaku usaha dapat menggunakan musik bebas lisensi atau ciptaan sendiri

    • Hati-hati dalam memilih musik bebas lisensi agar tidak melanggar hak cipta

  • Kewajiban royalti tetap berlaku untuk lagu luar negeri yang dilindungi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pelaku usaha tidak bisa sembarangan memutar musik dari layanan streaming seperti Spotify, YouTube, maupun layanan streaming lainnya. Sebab, ada royalti yang harus dibayarkan.

"Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” jelas Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsansongko, dikutip pada Kamis (31/7/2025).

1. Pembayaran royalti bisa lewat LMKN

ilustrasi uang rupiah (pexels.com/Ahsanjaya)

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu.

Pelaku usaha dapat mendaftarkan usahanya melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai klasifikasi usaha dan luas ruang pemutaran musik. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Korea Selatan, sistem serupa sudah diberlakukan sejak lama.

“Namun tujuan Indonesia bukan untuk menambah pemasukan negara, melainkan memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil,” jelas Agung.

2. Bisa pakai musik bebas lisensi

ilustrasi musik dan seni jadi alat perubahan sosial (pexels.com/Pixabay)

Jika pelaku usaha tidak memiliki anggaran untuk membayar royalti musik, alternatif yang dapat dipilih adalah menggunakan musik bebas lisensi atau musik dengan lisensi Creative Commons yang memperbolehkan penggunaan komersial, memutar musik ciptaan sendiri, menggunakan suara alam/ambience, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen yang bersedia memberikan izin tanpa biaya.

Ia menyampaikan pelaku usaha tetap perlu hati-hati dalam memutar musik yang bebas lisensi.

"Tidak semua musik instrumental bebas dari perlindungan hak cipta. Beberapa lagu yang diklaim 'no copyright' justru bisa menjerat pelaku usaha dalam pelanggaran apabila digunakan tanpa verifikasi sumber. Termasuk lagu luar negeri jika mereka dilindungi hak cipta, kewajiban royalti tetap berlaku,” katanya.

3. Ada sanksi hukum tak bayar royalti

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Agung mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum. Namun sesuai pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta untuk melakukan mediasi terlebih dahulu.

“Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” ujarnya.

Editorial Team