Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta
Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Janji gelontorkan Rp178,7 triliun untuk guru dan dosen hingga perluas beasiswa luar negeri

  • Pemerintah juga mengumbar janji untuk mendongkrak jumlah penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026, menjadi sebanyak 82,9 juta.

  • Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2026.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Riuh tepuk tangan menggema di Istora Senayan, Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta pada 5 Desember 2025, ketika Presiden Prabowo Subianto bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju podium untuk pidato. Menggunakan kemeja putih kerah shanghai, tak lupa Prabowo memberi salam namaste dan melambaikan tangan ke arah kader Partai Golkar sebelum menuju podium.

Kedatangan Prabowo di GBK ini untuk menghadiri acara HUT ke-61 Partai Golkar. Tak hanya Prabowo, tampak juga Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih. HUT Golkar di akhir 2025 ini berlangsung tepat saat bencana Sumatra memasuki hari ke 11.

Di tengah upaya penanganan bencana Sumatra, dalam pidatonya Prabowo tiba-tiba menyampaikan bakal membeli 200 helikopter mulai Januari 2026. Bahkan, ia menyebut sudah ada lima helikopter baru yang tiba pada awal Desember.

"Minggu ini, helikopter baru datang lima buah dan terus berdatangan. Saya sudah perintahkan mulai Januari tahun depan dan seterusnya, kami akan datangkan 200 helikopter di Indonesia," ujar mantan Menteri Pertahanan itu.

Pembelian helikopter itu menjadi salah satu janji yang disampaikan Prabowo di penghujung 2025 untuk dilakukan pada 2026. Diketahui, helikopter menjadi alutsista yang terbukti mampu diandalkan untuk mendistribusikan bantuan dan logistik bagi warga terdampak bencana yang tinggal di lokasi terisolir. Sebab, di saat akses darat terputus, bantuan dan logistik tetap dapat disalurkan kepada warga. Dengan begitu, warga dapat bertahan hidup sambil menanti akses jalur darat kembali pulih.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Pratikno, mengklaim ada 50 helikopter yang dikerahkan untuk mendistribusikan bantuan bagi korban banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra. Meski masih banyak yang meragukan jumlah helikopter yang dikerahkan sedemikian besar, lantaran bantuan belum diterima secara merata.

Sementara, data dari IIS Military Balance, TNI diketahui memiliki sekitar 70 helikopter. Namun, diyakini tak semua helikopter itu dikerahkan untuk penanganan banjir di Sumatra. Sebab, ada yang digunakan untuk operasi rutin dan pelatihan.

Membeli helikopter bukan satu-satunya janji yang disampaikan pemerintahan Presiden Prabowo menjelang berakhirnya tahun 2025. Pada puncak peringatan Hari Guru Nasional 2025 di Indonesia Arena, GBK, Jakarta, Jumat (28/11/2025), Prabowo juga berjanji akan menambah jumlah sekolah yang akan direvitalisasi pada 2026. Janji ini disampaikan, karena pada 2025 pemerintah hanya mampu memperbaiki 16.000 sekolah. Prabowo meminta maaf atas keterbatasan tersebut.

"Saya minta maaf sebagai Presiden Anda, saya baru mampu mengalokasikan 16.000 sekolah. Tapi tahun depan (2026), saya bertekad untuk melipatgandakan itu," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, terkait kemampuan fiskal untuk melipatgandakan revitalisasi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

"Berapa yang kita rencanakan tahun depan? Berapa? Minimal 60 ribu," ujar Prabowo ke Prasetyo Hadi.

Prabowo lantas mengaku merasa tidak puas jika hanya 60.000 sekolah yang direvitalisasi. Ia pun meminta kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bisa memberikan tambahan.

"Enam puluh (60) ribu pun saya tidak puas, Menteri Keuangan bisa kita tambah?" tanya Prabowo.

"Kalau kau bisa tambah, kau tambah lagi disorakin semua itu," ujarnya berkelakar.

Mengacu data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), di tahun 2025 terdapat 16.105 satuan pendidikan yang menjadi penerima bantuan rehabilitasi dan pembangunan ruang, dengan total sasaran 16.177 satuan pendidikan penerima revitalisasi. Program Revitalisasi Satuan Pendidikan merupakan mandat dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025, sekaligus bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).

Revitalisasi Satuan Pendidikan adalah program strategis yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan yang berkualitas melalui rehabilitasi, pembangunan, dan penyediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan. Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa sekolah di Indonesia memiliki sarana dan prasarana yang memadai bagi kelangsungan pembelajaran.

1. Janji gelontorkan Rp178,7 triliun untuk guru dan dosen hingga perluas beasiswa luar negeri

Suasana kegiatan pembelajaran di sekolah dasar dengan pendampingan guru di dalam kelas. (Sumber: Dokumen pribadi)

Janji lainnya di bidang pendidikan dan kesejahteraan yang disampaikan Prabowo untuk dilakukan pada 2026, yakni akan menggelontorkan Rp178,7 triliun untuk gaji maupun kompetensi guru dan dosen.

Prabowo menyampaikan janji ini saat membacakan nota keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 di Sidang Tahunan MPR RI di kompleks parlemen Senayan, Jakarta (15/8/2025).

Besaran anggaran ini merupakan porsi 20 persen dari total Rp757,8 triliun untuk tahun anggaran 2026. Prabowo menegaskan, alokasi pendidikan tahun 2026 jadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Namun, ia mengingatkan anggaran pendidikan harus tepat sasaran.

Ia menegaskan, pendidikan menjadi senjata paling ampuh dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul Indonesia. "Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mencetak SDM unggul yang berdaya saing global. Pendidikan juga instrumen untuk memberantas kemiskinan,” kata Prabowo.

Dia merinci, anggaran pendidikan yang disiapkan pemerintah pada tahun depan, di antaranya Rp150,1 triliun untuk peningkatan kualitas fasilitas sekolah dan kampus. Prabowo juga menyiapkan Rp178,7 triliun untuk gaji, kesejahteraan, dan peningkatan kompetensi guru dan dosen, serta Program Indonesia Pintar untuk 21,1 juta siswa.

Ia menambahkan, akan memberikan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi 1,2 juta mahasiswa, dan tunjangan profesi guru PNS dan non-PNS disiapkan secara memadai.

Pemerintah juga akan memperkuat program Sekolah Rakyat, Sekolah Unggul Garuda, dan Garuda Transformasi. Menurut Prabowo, program ini diharapkan menjadi jembatan bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk memperoleh pendidikan terbaik.

Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas guru, penguatan pendidikan vokasi, dan penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja.

Prabowo menambahkan, pemerintah akan memperluas akses beasiswa luar negeri melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Tahun 2026, LPDP ditargetkan menyalurkan beasiswa bagi 4.000 mahasiswa di universitas-universitas terbaik dunia.

Sebagaimana diketahui, ketentuan alokasi anggaran pendidikan tercantum dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. Ketentuan ini kemudian diperkuat dalam berbagai regulasi turunannya, termasuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Artinya, setiap tahun pemerintah dan DPR wajib memastikan porsi anggaran pendidikan tidak kurang dari batas minimal tersebut. Meski besar, anggaran pendidikan masih menghadapi sejumlah tantangan. Pemerataan kualitas pendidikan antarwilayah, efektivitas penggunaan anggaran, serta transparansi dan akuntabilitas menjadi isu utama.

2. Janji dongkrak jumlah penerima MBG hingga pembentukan 150 batalyon TNI setiap tahun

Sejumlah siswi SMP IT Al Fateeh Tahfidz dan Entrepreneur, Pedurungan Semarang mengonsumsi masakan MBG. (IDN Times/bt)

Pemerintah juga mengumbar janji untuk mendongkrak jumlah penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026, menjadi sebanyak 82,9 juta.

"Kita usahakan, ya selambat-lambatnya Februari," ujar Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana saat menyampaikan hal tersebut di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/10/2025). Menurut Dadan, jumlah penerima MBG sebesar 82,9 juta tidak akan bisa terpenuhi pada 2025, tapi ditargetkan tercapai pada Februari 2026.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), per 15 Desember 2025 anggaran untuk MBG baru terserap RP52,9 persen atau 74,6 persen dari pagu anggaran Rp71 triliun, dengan jumlah penerima MBG per 15 Desember 2025 mencapai 50,7 juta orang.

Sementara di bidang ekonomi, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada 2026. Hal itu disampaikan dalam pidato nota keuangan dan RUU APBN 2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

"Pertumbuhan ekonomi tahun 2026 ditargetkan mencapai 5,4 persen atau lebih. Inflasi terkendali di level 2,5 persen, suku bunga SBN di kisaran 6,9 persen," ujar Prabowo

Tak lupa, di bidang pertahanan dan keamanan, Pemerintahan Prabowo menargetkan untuk membentuk 150 batalyon baru setiap tahun. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin usai rapat tertutup selama lebih dari 2 jam dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025). Sjafrie saat itu bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Menurut Sjafrie, pembentukan 150 batalyon baru setiap tahun untuk mengejar rasio keamanan ideal yaitu satu batalyon di setiap kabupaten atau kota.

"Dari tahun 2025, kami sudah memulai pembangunan kekuatan ini. Di mana saat ini di tahun 2025, kita sudah memiliki 150 batalyon Tentara Nasional Indonesia yang kita sebut Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan," ujar Sjafrie ketika itu.

Rencana penambahan batalyon baru setiap tahunnya merupakan bagian dari pemekaran organisasi TNI. Hal itu tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 84 Tahun 2025 tentang Susunan Organisasi TNI. Salah satu wujud dari Perpres tersebut adalah pembentukan enam Kodam baru.

Dengan begitu, maka sudah ada 21 Kodam di seluruh Indonesia. Bahkan, Prabowo menginginkan jumlah Kodam setara jumlah provinsi di Tanah Air. Bila terdapat penambahan 150 batalyon baru per tahun, maka diprediksi di akhir periode pertama kekuasaan Prabowo, bakal ada 750 batalyon di seluruh Indonesia.

Sjafrie pun mengakui rencana pembentukan batalyon baru diikuti dengan penambahan prajurit TNI dalam jumlah besar. Satu batalyon membutuhkan paling tidak 1.000 personel. Maka, setidaknya dibutuhkan 750 ribu personel TNI hingga akhir 2029.

Mantan Pangdam Jaya itu mengklaim, penambahan 150 batalyon baru setiap tahunnya sudah mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan terkait anggaran. Tetapi, rencana penambahan batalyon baru itu mendapat respons negatif dari kelompok masyarakat sipil.

3. Respons publik: gunakan anggaran dengan benar agar target Indonesia Emas 2045 tak jadi mimpi di siang bolong

Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna keenam di Kantor Presiden, Jakarta, pada Senin (5/5/2025) (dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Dari deretan janji yang akan dilakukan pemerintahan Prabowo pada 2026, tak serta merta langsung disambut positif oleh publik. Terkait janji Prabowo akan membeli 200 helikopter mulai Januari 2026 terutama untuk mitigasi bencana, dalam pandangan analis pertahanan dari Universitas Bina Nusantara, Curie Maharani Savitri, keputusan itu dapat dipahami.

"Helikopter tidak membutuhkan runway yang panjang karena bisa vertical take off dan landing sehingga bisa mencapai daerah-daerah yang lebih terpencil," ujar Curie kepada IDN Times, Kamis 18 Desember 2025.

Meski begitu, ujarnya, alutsista helikopter memiliki keterbatasan seperti daya jelajah dan ketinggian, serta daya angkut logistiknya tidak besar. Curie pun sempat mendengar ada wacana pembelian Mi-26 yang merupakan helikopter terbesar di dunia. Alutsista itu mampu mengangkut kargo lewat sling seberat 12 ton.

Tetapi, Curie mengingatkan pemerintah untuk mengecek kesiapan TNI Angkatan Udara (AU) sebagai pihak yang akan menjadi operator alutsista tersebut. Ia juga mengingatkan seandainya pemerintah serius untuk membeli helikopter Mi-26 maka harus dipertimbangkan konsekuensi yang bisa muncul. "Heli Mi-26 buatan Rusia yang saat ini sedang terkena sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa," tutur dia.

Curie pun menyarankan agar pengadaan helikopter yang dibeli merupakan buatan dalam negeri. Seandainya harus mengimpor, maka alutsista itu harus dalam keadaan baru.

"Sehingga ofset (kompensasinya) bisa diberikan kepada industri domestik untuk peningkatan kemampuan atau ikut serta dalam pengerjaan. Seandainya 200 pengadaan helikopter benar direalisasikan maka dapat bermanfaat membuka lapangan kerja, alih teknologi, peningkatan kemampuan hingga mendorong penciptaan supply chain," katanya.

Ketika ditanyakan apakah pengadaan 200 helikopter itu bisa dieksekusi secara bersamaan pada 2026, Curie tak menampik hal tersebut dapat dilakukan. Tetapi, ia mewanti-wanti konsekuensinya akan besar terhadap anggaran. Sebab, nilai kontrak yang muncul akan besar.

Diketahui, Komisi I DPR pada akhir September 2025 telah menyetujui anggaran Kementerian Pertahanan pada 2026 sebesar Rp187,1 triliun. Salah satu tujuan dari anggaran besar itu yakni untuk membeli alutsista.

Selain itu, Curie juga mengingatkan adanya kebutuhan SDM yang akan mengoperasikan helikopter tersebut. "Belum lagi peralatan pendukung, informasi doktrin, konsep, organisasi, infrastruktur dan logistik. Akan menjadi percuma bila tahun 2026 helikopternya ada tetapi pilot dan infrastruktur pendukungnya belum ada," tutur dia.

Terkait janji untuk memperbaiki belasan ribu sekolah di 2026, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mempertanyakan kebijakan revitalisasi sekolah itu. Sebab, masih banyak daerah yang belum memiliki fasilitas pendidikan.

"Kalau untuk perbaikan sekolah, persoalan mendasar adalah banyak daerah sekolah saja gak ada. Ini bagaimana, pun ada sekolah, daya tampungnya kurang. Ini gimana? Belum lagi angka itu apa bisa menjangkau seluruh sekolah yang rusak? Kan sangat kurang sekali. Kenapa bisa terjadi? Ya kita tahu anggaran pendidikan kita hampir separuh dimakan MBG," ucap dia kepada IDN Times.

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan pada 2026 sebesar Rp757,8 triliun, atau naik 9,8 persen dari outlook anggaran tahun 2025 yang sebesar Rp690 triliun. Kenaikan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga porsi belanja pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN, sesuai dengan amanat konstitusi.

Dari besaran anggaran itu, pemerintah mengalokasikan Rp150,1 triliun untuk peningkatan dan perawatan fasilitas pendidikan serta operasional sekolah dan kampus. Di antaranya, program Sekolah Rakyat sebesar Rp24,9 triliun dengan rincian Rp20 triliun untuk pembangunan 200 lokasi dan Rp4,9 triliun untuk operasional; Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp64,3 triliun untuk 53,6 juta siswa; Bantuan Operasional PAUD sebesar Rp5,1 triliun untuk 7,7 juta siswa; renovasi madrasah dan sekolah sebesar Rp22,5 triliun untuk 850 madrasah dan 11.686 sekolah; Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri sebesar Rp9,4 triliun untuk 201 PTN dan lembaga pendidikan tinggi; dan pembangunan Sekolah Unggulan Garuda sebesar Rp3 triliun untuk 9 lokasi.

Sementara, janji untuk menggenjot jumlah penerima MBG hingga mencapai target 82,9 juta pada Februari 2026, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengingatkan, pemerintah harusnya tidak hanya fokus pada capaian target penerima. Tapi, lebih kepada menu apa saja yang disajikan kepada para penerimanya.

"Masalahnya bukan tercapai secara angka penerima MBG, tapi kualitas makanan dan dampak ekonominya tidak akan signifikan dibanding belanja yang dikeluarkan, khawatir hanya untuk mengejar target 82 juta penerima, kualitas porsinya di turunkan," kata Bhima.

Bhima juga menyarankan, sebaiknya MBG difokuskan kepada siswa miskin dan daerah tertinggal, terdepan dan terluar terlebih dahulu.

"Biarkan anggaran dikembalikan untuk transfer pemda dan program yang ciptakan dorongan industri plus UMKM di daerah," ucap dia.

Adapun janji Prabowo menggelontorkan Rp178,7 triliun untuk gaji maupun kompetensi guru dan dosen pada 2026 mendatang, sejumlah pengamat menilai bahwa fokus ke depan bukan hanya mempertahankan besaran anggaran, tetapi memastikan setiap rupiah benar-benar berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran dan kesejahteraan tenaga pendidik.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, anggaran pendidikan 2026 porsinya sama saja dengan presiden sebelumnya.

"Ini kan program rutin. Di zaman SBY, Jokowi setiap tahun juga begitu. Lalu terobosannya apa?" kata dia kepada IDN Times.

Menurut Ubaid, saat ini banyak tenaga pendidikan yang nasibnya tidak jelas. Sehingga lebih baik pemerintah fokus pada skema pembenahan mekanisme bagi guru dan dosen, bukan sekadar menyodorkan anggaran besar.

Ubaid lantas meminta agar pemerintahan Prabowo tidak mengakali amanat dari Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 soal minimal 20 persen APBN dipakai untuk pendidikan. Ia pun menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sebenarnya lebih dekat dengan sektor kesehatan dan pangan, sehingga seharusnya anggaran pendidikan tidak dipakai untuk MBG.

Anggaran pendidikan harusnya dipakai untuk menyejahterakan pengajar, kebutuhan sekolah yang rusak, maupun anak-anak yang tidak sekolah.

"MBG itu kalau dihubung-hubungkan itu kan lebih dekat pada sektor kesehatan dan pangan. Maka dimaksimalkan ke situ. Jangan digunakan untuk anggaran pendidikan yang 20 persen itu, jangan digunakan untuk MBG, manfaatkanlah sektor kesehatan dan pangan," tegasnya.

"Untuk program MBG, itu sedang kita persiapkan untuk judicial review," sambung dia.

Ubaid berpandangan, apabila kepala negara tidak berkomitmen menggunakan anggaran pendidikan dengan benar, maka target Indonesia Emas 2045 hanya seperti mimpi di siang bolong.

4. Pemerintah terlalu ambisius?

Presiden Prabowo Subianto (kiri) menyalami menteri Kabinet Merah Putih pada sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (22/1/2025). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Adapun rencana pemerintah untuk menambah 150 batalyon baru per tahun, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, menilai rencana tersebut memperlihatkan penyusunan kebijakan yang tidak berbasis kepada ketentuan di dalam Undang-Undang TNI, baik UU TNI yang telah direvisi tahun 2025 maupun UU sebelumnya yang disahkan tahun 2004.

Alih-alih membentuk batalyon di setiap kabupaten, Ikhsan mengatakan, pembangunan kekuatan TNI seharusnya memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan. "Bisa juga memfokuskan kepada daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai kondisi geografis dan strategi pertahanan," ujar Ikhsan kepada IDN Times.

Ia juga menilai rencana penambahan batalyon itu merupakan langkah mundur dari semangat reformasi politik dan demokrasi sejak 1998.

"Bila dibiarkan tanpa pengawasan ketat, ide ini bisa mengancam supremasi sipil dan memperlemah kontrol publik terhadap militer. Bahkan, membuka jalan bagi regresi demokrasi melalui militeristik politik lokal," tutur dia.

Apalagi belum ada kajian atau bukti yang kuat bahwa setiap kabupaten membutuhkan unit tempur permanen. Sebab, sebagian besar tantangan keamanan domestik merupakan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum. Artinya, itu masuk ke ranah kepolisian dan bukan pertahanan militer.

Sementara peneliti senior Imparsial, Al Araf, di dalam jurnal Prisma volume 44 tahun 2025, melihat di era kepemimpinan Prabowo fungsi militer semakin bergeser. Prajurit TNI banyak mengerjakan fungsi-fungsi non-tempur seperti pertanian, peternakan, dan konstruksi.

"Keterlibatan TNI dalam fungsi-fungsi non-militer bukan hanya salah alamat secara hukum, tetapi juga berpotensi merusak profesionalisme angkatan bersenjata itu sendiri," ujar Al Araf.

Rencana pembentukan batalyon baru setiap tahun, juga dikritik peneliti HAM dan sektor keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie. Menurutnya, rencana itu perlu ditinjau ulang. Kebijakan yang ada, kata Ikhsan, harus selaras dengan agenda penguatan pertahanan dan postur TNI. Jadi, tidak sekedar memperbesar struktur tanpa penguatan kapabilitas.

"Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap dampak hubungan sipil-militer subyektif untuk mencegah penguatan militerisme yang berpotensi mengikis supremasi sipil dan ruang demokrasi, dengan menegaskan mekanisme pengawasan publik dan parlemen," tuturnya.

Namun, semua janji itu tentunya erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi pada 2026. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2026 ada di angka 5,4 persen. Namun menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara, target itu terlalu ambisisus.

"Kelas menengah masih belum terdorong untuk belanja lebih banyak, karena tekanan lapangan kerja formal dan urusan soal pajak. Kalau mau tumbuh tinggi, kebijakan pajaknya harus moderat ke kelas menengah terutama lewat insentif PPN. Sekarang tarif PPN-nya aja gak turun, harga barang kebutuhan terutama pangan, pendidikan dan kesehatan masih tinggi inflasinya," ujar Bhima kepada IDN Times, Kamis (11/12/2025).

Selain itu, faktor bencana di Aceh, Sumatra Barat dan Sumatra Utara serta daerah lainnya juga menentukan pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal itu perlu menjadi perhatian pemerintah.

"Dari sisi kebijakan belanja pemerintah masih jalan efisiensi yang buat gerak ekonomi di daerah terbatas. Bahkan karena anggaran MBG mengambil porsi dana pendidikan hingga transfer daerah, maka banyak alokasi belanja yang tidak mampu mendorong ekonomi secara signifikan," kata dia.

5. Janji DPR tuntaskan RUU Perampasan Aset

DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana sebagai undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Senin (8/12/2025).

Pemerintah telah menyampaikan sebagian rencana dan target yang akan dilakukan pada 2026. Lantas bagaimana dengan DPR?

Memasuki penghujung Agustus 2025, situasi di Jakarta sangat mencekam. Dentuman petasan menggema di langit Senayan dan Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Massa aksi memadati jalan-jalan protokol di ibu kota. Gedung wakil rakyat di Senayan berhari-hari dikepung massa aksi yang amarahnya sudah diubun-ubun. Sejumlah fasilitas publik mulai dari halte hingga pintu tol tak luput dari amukan massa hingga hangus terbakar.

Amarah publik tak terbendung ketika mereka dipertontonkan dengan gaji wakil rakyat di Senayan yang diisukan naik begitu signifikan. Sedangkan rakyat kecil menghitung hari dengan upah yang nyaris habis sebelum akhir bulan.

Kemarahan publik itu melahirkan "17+8 Tuntutan Rakyat" yang diinisiasi sejumlah pegiat media sosial dan masyarakat pada aksi demonstrasi besar-besaran akhir Agustus 2025.

Pengesahan RUU Perampasan Aset termasuk salah satu tuntutan jangka panjang dari deretan daftar tuntutan itu. "17+8 Tuntutan Rakyat" ini bukan sekadar tuntutan biasa, tetapi sebuah mandatory rakyat bagi pemerintah dan DPR.

Menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, Badan Keahlian DPR (BKD) kini tengah menggodok naskah akademik RUU Perampasan Aset. DPR memang akan memperbaharui naskah akademik RUU ini yang sempat dirancang di era Presiden Jokowi.

"Ya sudah, sudah, sudah semuanya sudah (disusun naskah akademiknya). Tadi saya dipanggil untuk ya tahun depan sudah mulai itu. Karena posisi KUHAP sudah selesai," kata Bob Hasan kepada IDN Times di Gedung DPR, Senin (8/12/2025).

Bob juga memastikan, pembahasan RUU Perampasan Aset bakal kick off pada 2026. Ia juga menegaskan, RUU ini telah disejajarkan di antara daftar prolegnas prioritas 2026.

Terkait tunjangan-tunjangan yang diterima anggota DPR yang telah memantik munculnya kecemburuan sosial di masyarakat, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, sejumlah komponen tunjangan dipangkas di antaranya biaya langganan listrik, jasa telepon, biaya komunikasi intensif, dan biaya tunjangan transportasi yang selama ini diterima anggota parlemen di Senayan.

Sekjen DPR Indra Iskandar menambahkan, proses transformasi kelembagaan di parlemen bukan sekadar jargon atau lip service. Ia memastikan, proses transformasi di lingkungan DPR terus dilakukan secara sungguh-sungguh.

Merespons janji DPR tersebut, Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, waktu untuk memulai reformasi kelembagaan DPR seharusnya sudah berjalan saat ini. Namun, hingga kini belum terlihat tanda-tanda konkret adanya langkah reformasi dari DPR.

“Mestinya waktu untuk memulai reformasi yang dijanjikan itu sudah berjalan saat ini. Sayangnya belum ada tanda-tanda apapun dari DPR sampai saat ini,” ujar Lucius kepada IDN Times, Kamis (18/12/2025).

Lucius menegaskan, reformasi kelembagaan DPR harus mengacu pada fungsi pokok DPR sebagai perwakilan rakyat. Fungsi tersebut, kata dia, seharusnya diwujudkan melalui pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR secara substantif, bukan sekadar formalitas. Selain itu, reformasi kelembagaan DPR harus diarahkan pada transformasi tata kelola yang memastikan fungsi representasi rakyat dijalankan secara sungguh-sungguh.

Ia menyoroti pentingnya pembenahan alat kelengkapan dewan (AKD), mulai dari penegasan tugas dan fungsi hingga upaya memastikan efektivitas kinerjanya. Selain itu, DPR juga perlu membangun sistem pengelolaan aspirasi publik yang transparan dan akuntabel.

Terkait RUU Perampasan Aset, Indonesia Corruption Watch (ICW) menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset untuk segara dituntaskan, karena diyakini bisa memaksimalkan pemulihan keuangan negara.

Kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019-2023 dilaporkan mencapai Rp234,8 triliun. Namun, hanya Rp32,8 triliun atau 13,9 persen yang berhasil dirampas kembali ke kas negara.

Anggota Constitutional and Administrative Law Society, Herdiansyah Hamzah, menilai janji-janji tentang RUU Perampasan Aset dari corong Istana dan DPR tak lebih hanya sekadar gimik. Ia menilai, RUU Perampasan Aset hanya menjadi pemanis untuk meredam kebisingan di jalanan.

Ia juga menilai, mandeknya pembahasan RUU Perampasan Aset karena tidak adanya komitmen pemerintah dan DPR secara politik (political will). Buktinya, janji-janji pemerintah dan DPR sampai hari ini hanya menjadi lip of service yang tak pernah tahu ujungnya di mana.

"Apa yang disampaikan Prabowo termasuk DPR sekadar gimik hanya untuk pemanis telinga masyarakat agar meredakan tuntutan kemarin. Seolah olah tuntutan perampasan aset diakomodasi, padahal tidak pernah serius dibahas sama sekali," kata Herdi kepada IDN Times, Selasa (16/12/2025).

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bob Hasan mengatakan, penyusunan UU tidak segampang merangkai kalimat di atas kertas. Karena harus sesuai koridor dan tidak melenceng jauh dari konstitusi.

6. Tuntaskan RUU Pemilu sebelum seleksi penyelenggara pemilu akhir 2026

DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana sebagai undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Senin (8/12/2025).

Hal lainnya yang disorot yakni Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2026. Artinya, RUU Pemilu ini akan mulai dibahas tiga tahun jelang penyelenggaraan pemilu. Komisi II DPR menyatakan kesiapan memulai rangkaian pembahasan pada awal 2026, termasuk pemanggilan pemangku kepentingan dan proses partisipasi publik.

Pemerintah bersama DPR memberikan lampu hijau agar RUU Pemilu dirancang dalam bentuk kodifikasi, yakni mengumpulkan dan menyelaraskan seluruh aturan pemilu yang tersebar dalam beberapa undang-undang menjadi satu naskah komprehensif. Hal ini dianggap penting untuk menuntaskan tumpang tindih aturan dan memperkuat kepastian hukum penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Sebab selama beberapa periode, aturan penyelenggaraan pemilu di Indonesia berceceran di sejumlah UU, yakni UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Parpol. Aturan ini kerap menimbulkan tumpang tindih, multitafsir, dan perubahan mendadak menjelang pemilu.

Pendukung kodifikasi berargumen, menyatukan norma dalam satu undang-undang bertujuan mengurangi inkonsistensi, memperjelas hukum acara, dan menciptakan standar nasional bagi penyelenggara, partai politik, dan pengawas pemilu.

Dokumen-dokumen kajian dan usulan dari pemerintah, akademisi, dan lembaga masyarakat sipil menunjukkan beberapa blok materi utama yang akan dimasukkan dalam naskah kodifikasi. Secara garis besar, berikut ringkasan isu yang diusulkan:

Pertama, penggabungan dan penyelarasan norma pemilu. Mengintegrasikan ketentuan yang selama ini terpecah di UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU Pilpres, sehingga satu naskah memuat pengaturan tentang tahapan, peserta, mekanisme pemungutan suara, perhitungan suara, serta penetapan pemenang. Tujuannya menghilangkan kontradiksi norma antar UU.

Kedua, hukum acara pemilu dan penyelesaian sengketa. Perbaikan prosedur hukum acara, mekanisme penyelesaian sengketa pemilu, serta standar pembuktian yang lebih jelas, termasuk hubungan antara peradilan umum, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga pengawas pemilu. Kodifikasi diharapkan merumuskan tata cara yang lebih konsisten untuk menghindari kekaburan yurisdiksi.

Ketiga, standar dan regulasi partai politik. Menyatukan ketentuan mengenai persyaratan partai politik, pembiayaan, sanksi internal/eksternal, dan tata kelola partai agar ada standar nasional yang seragam yang mempengaruhi kelayakan calon dan partisipasi politik. Beberapa kajian menyarankan penegasan aturan tentang transparansi pembiayaan dan akuntabilitas partai.

Keempat, desain sistem pemilu, metode alokasi kursi, dan ambang batas. Kajian teknis mengenai sistem proporsional, metode konversi suara ke kursi, ambang batas parlemen dan presiden, serta potensi pengaturan ulang distrik pemilihan. Tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan representasi yang fair sekaligus stabilitas politik.

Kelima, penyelenggara pemilu dan kapasitas kelembagaan. Pengaturan lebih rinci mengenai kewenangan, independensi, dan mekanisme koordinasi antara KPU, Bawaslu, dan instansi terkait. Kodifikasi diharapkan memperjelas pembagian tugas dan prosedur akuntabilitas penyelenggara.

Keenam, pengaturan pemilu daerah dan hubungan pusat-daerah. Termasuk opsi pengaturan kembali format pilkada, apakah lewat DPRD atau pemilihan langsung, serta sinkronisasi jadwal pemilu pusat-daerah agar tidak menciptakan beban regulasi yang kontradiktif. Beberapa pihak menyampaikan opsi desentralisasi tertentu ke ranah DPRD, namun isu ini dipastikan menjadi salah satu titik tarik politik saat pembahasan.

Meski kodifikasi dijanjikan menuntaskan masalah teknis, prosesnya tidak tanpa tantangan. Pertama, kodifikasi yang bersamaan mengubah substansi (bukan sekadar menyusun ulang) berpotensi memicu perdebatan politik besar — apalagi terkait format pilkada, ambang batas, dan pembiayaan politik. Kedua, mekanisme partisipasi publik dan transparansi pembahasan menjadi kunci untuk menghindari kesan pengaturan yang partisan. Para akademisi dan organisasi masyarakat sipil menekankan perlunya proses yang inklusif, berbasis bukti, dan tidak terburu-buru.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal menilai, RUU Pemilu harus bisa diselesaikan pada 2026 mendatang. Meski Pemilu 2029 terhitung masih sekitar tiga tahun lagi, namun 2026 merupakan masa yang sangat krisis dalam proses RUU Pemilu.

Haykal mengatakan, sudah semestinya RUU Pemilu dibahas jauh-jauh hari karena sangat kompleks dan membutuhkan waktu panjang. Idealnya RUU Pemilu bisa selesai sebelum proses seleksi penyelenggara pemilu yang jatuh pada akhir tahun 2026. Mengingat periodesasi jabatan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) saat ini akan purnatugas pada 2027.

"Salah satu agenda kepemiluan yg terdekat adalah seleksi penyelenggara pemilu (akhir 2026), maka seharusnya UU ini sudah selesai dan disahkan sebelum waktu tersebut," kata dia kepada IDN Times, Senin (15/12/2025).

Lebih lanjut, Haykal menerangkan, banyak pasal yang harus diperbarui dalam RUU Pemilu. Mahkamah Konstiusi (MK) sendiri beberapa kali mengeluarkan putusan tentang pemilu, di antaraya soal ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas presiden (presidential threshold), serta pemisahan pemilu tingkat nasional dan daerah.

(Tim Penulis: Amir Faisol, Muhammad Ilman Nafi'an, Santi Dewi, Yosafat Diva Bayu Wisesa, Sunariyah, Rochmanudin)

Editorial Team