Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Riyanto
Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.

Intinya sih...

  • Perlindungan anak lewat upaya preventif, promotif, rehabilitatif, kuratif dan paliatif

  • Anak belum bisa memperjuangkan haknya sendiri

  • Alami bronkopneumonia, anemia, gizi buruk, serta infeksi cacing Ascaris

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kasus cacingan parah kembali terjadi di Seluma, Bengkulu. Kejadian ini menimpa dua orang balita kakak beradik, mereka adalah KNS (1 tahun 8 bulan) dan kakaknya yakni A (4). Pasien, KNS dirawat intensif di RSUD dr. M. Yunus, serta A masuk ke RSU Ummi Bengkulu, pada Selasa (16/9/2025).

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengungkapkan, setiap ada peristiwa seperti ini, negara diingatkan tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar yang harus dipeluhara negara.

"Negara terus diingatkan amanat Pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, sehingga harusnya tidak ada anak-anak yang mengalami cacingan," kata dia kepada IDN Times, Kamis (18/9/2025).

1. Upayakan perlindungan anak lewat upaya preventif, promotif, rehabilitatif, kuratif dan paliatif

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)

Jasra menjelaskan, pemeliharaan adalah kata yang meliputi banyak hal dan makna. Sehingga amanat konsitusi tersebut di terjemahkan dalam UU Kesehatan yang dengan tegak lurus, mengupayakan perlindungan anak lewat upaya preventif, promotif, rehabilitatif, kuratif dan paliatif.

"Bahkan dalam Undang Undang Perlindungan Anak disampaikan derajat kesehatan yang optimal. Artinya ada upaya sungguh sungguh negara dalam meningkatkan derajat kesehatan anak," ujarnya,

2. Anak belum bisa memperjuangkan haknya sendiri

Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.

Jika hal tersebut tidak direalisasikan maka penghapusan kemiskinan, pengabaian, penelantaran serta kondisi anak yang alammi cacingan akan sulit dijangkau ke rakyat kecil. Dia mengingatkan bahwa anak belum bisa memperjuangkan haknya sendiri.

Maka penanganan keluarga kurang mampu dan anak yang terlantar kata dia perlu intervensi, sedangkan regulasi yang ada juga masih memiliki masalah, yakni siapa yang akan mengintervensinya. Hal ini membuat mereka diabaikan dan rentan menjadi korban berlapis.

3. Alami bronkopneumonia, anemia, gizi buruk, serta infeksi cacing Ascaris

Asisten Deputi Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan Kemenko PMK Linda Restaningrum, menjenguk langsung kedua pasien cacingan asal Desa Sungai Petai, Kabupaten Seluma, Bengkulu (Dok. Kemenko PMK)

Asisten Deputi Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan Kemenko PMK Linda Restaningrum, menjenguk langsung kedua anak ini. Diagnosa medis menunjukkan kondisi pasien terkait bronkopneumonia, anemia, gizi buruk, serta infeksi cacing Ascaris, dan sudah diberikan terapi obat serta perawatan intensif sesuai arahan dokter spesialis.

Linda menegaskan bahwa respon pemerintah tidak hanya sebatas aspek kesehatan, tetapi juga menyentuh akar persoalan di hulu tingkat keluarga dan lingkungan. 

"Pemerintah pusat, pemerintah daerah dengan melibatkan BAZNAS segera berkolaborasi untuk bedah rumah dan perbaikan sanitasi. Selain itu BKKBN melalui program orang tua asuh telah mendapatkan orang tua asuh bagi kedua anak tersebut," kata dia.

Editorial Team