Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi stop kekerasan anak. IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Ilustrasi stop kekerasan anak. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Intinya sih...

  • KPAI menegaskan hak anak atas rasa aman tubuhnya

  • Meminta MUI lakukan klarifikasi dan asesmen perlindungan anak

  • Integrasikan edukasi perlindungan tubuh dan privasi anak dalam kurikulum karakter dan pendidikan agama

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan setiap anak berhak atas rasa aman atas tubuhnya sendiri. Tindakan fisik apa pun terhadap anak, termasuk ekspresi kasih sayang, harus didasarkan pada persetujuan anak serta sesuai norma sosial dan agama. Hal ini merespons tindakan penceramah Mohammad Elham Yahya yang kerap menciumi anak perempuan dan viral di media sosial.

Komisioner Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama KPAI, Aris Adi Leksono, mengingatkan publik dan tokoh agama agar berhati-hati dalam menunjukkan ekspresi kasih sayang kepada anak di ruang publik. “Setiap anak berhak atas rasa aman atas tubuhnya sendiri, dan setiap bentuk tindakan fisik harus selalu didasarkan pada persetujuan anak serta kepatutan norma sosial dan agama,” ujar Aris dalam keterangan resminya kepada IDN Times, Kamis (13/11/2025).

1. Hal ini harus jadi pelajaran penting bagi masyarakat

Ilustrasi Kekerasan Anak Di NTB (IDN TIMES)

Aris menilai, tindakan mencium anak di depan umum seperti yang dilakukan Elham hingga viral di media sosial harus menjadi pelajaran penting bagi masyarakat.

“Kepada publik dan tokoh agama agar berhati-hati dalam menunjukkan ekspresi kasih sayang kepada anak di ruang publik, dengan memperhatikan batas etika, norma agama, dan hukum,” kata dia.

2. Minta MUI lakukan klarifikasi dan asesmen perlindung anak

Gedung MUI (Majelis Ulama Indonesia). (mui.or.id)

KPAI merekomendasikan aparat penegak hukum bersama Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan klarifikasi dan asesmen perlindungan anak. Langkah ini diperlukan guna memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum, sekaligus menjamin keamanan psikologis anak yang terlibat.

3. Integrasikan edukasi perlindungan tubuh dan privasi anak

Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Guna mencegah kejadian serupa, KPAI mendorong lembaga keagamaan dan pendidikan mengintegrasikan edukasi perlindungan tubuh dan privasi anak yakni body safety education dalam kurikulum karakter dan pendidikan agama.

“Anak perlu didampingi memahami batas tubuh agar mampu berkata tidak bila merasa tidak nyaman disentuh atau dicium oleh orang lain,” kata Aris.

4. Tidak menyebarkan ulang video atau foto anak

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia juga mengingatkan media massa dan warganet untuk tidak menyebarkan ulang video atau foto anak dalam kasus tersebut karena melanggar hak privasi dan bisa memperparah dampak psikologis korban.

“Perlindungan anak tidak mengenal siapa pelaku atau status sosialnya. Setiap tindakan yang berpotensi melanggar martabat anak harus dinilai berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak,” tegas Aris.

KPAI mengajak seluruh tokoh agama, masyarakat, dan media membangun budaya penghormatan terhadap tubuh dan martabat anak sebagai bagian dari upaya nasional mencegah kekerasan dan pelecehan terhadap anak di semua lini kehidupan.

Editorial Team