Kata Millennials soal Aksi Terorisme yang Manfaatkan Kaum Perempuan

Jakarta, IDN Times - Aksi terorisme kini sudah tak lagi melihat gender. Laki-laki, perempuan, semuanya bisa terlibat. Bahkan, para kelompok teroris mengincar anak-anak untuk dilibatkan dalam aksi keji ini.
Dalam beberapa waktu ini, Indonesia kembali dihadapkan dengan aksi terorisme. Tak jarang, para teroris yang terlibat adalah satu keluarga dan pasangan suami istri.
Namun, baru-baru ini, isu memanfaatkan perempuan dalam isu terorisme sangat gencar. Sejumlah pihak mengatakan, kelompok teroris sengaja mengajak perempuan dalam aksi ini karena lebih emosional dan militan dibandingkan laki-laki.
Terkait isu itu, bagaimana ya tanggapan millennials?
1. Perempuan harus banyak mendapatkan akses infromasi agar tidak terhasut aksi terorisme
Menanggapi isu perempuan dijadikan sasaran kelompok terorisme, Tasya Wardhani meminta semua orang untuk waspada. Wanita berusia 27 tahun ini mengatakan semua orang bisa saja terpapar paham radikalisme dan menjadi teroris. Tidak hanya untuk perempuan, namun bisa menjalar ke anak-anaknya.
Kendati begitu, dia memang melihat ada pola yang berubah dari serangan para teroris. Sehingga, memanfaatkan para perempuan untuk melakukan aksi.
"Artinya ada pola yang emang berubah dan ini harusnya memang diwaspadai, soalnya, kalau kita lihat petugas keamanan kadang suka gak curigaan sama cewek. Jadi mungkin ini yang coba dimanfaatin sama kelompok teroris," kata Tasya saat diwawancara IDN Times.
Menurut dia, para perempuan yang dijadikan target dari kelompok teroris adalah mereka yang kebanyakan tak punya akses informasi lebih luas. Sehingga, mereka mudah dipengaruhi paham yang salah.
"Perempuan gampang banget kehasutan informasi gak jelas. Apalagi kalau mereka gak punya akses informasi," ucap dia.
Senada dengan Tasya, Gabriella Thesa juga setuju bahwa aksi terorisme saat ini sudah tidak melihat masalah gender lagi. Namun, ia tak setuju jika aksi perempuan dalam tindak terorisme dikatakan wajar, bahkan tidak bisa dibiarkan.
"Bukan tidak mungkin setelah merekrut perempuan, jaringan dan kelompok teroris ini bakal memanfaatkan anak-anak, kan?" tutur perempuan berusia 30 tahun ini.
"Kalau boleh sedikit marah, mereka yang melakukan perekrutan ini tidak lebih dari seorang pengecut. Karena kebanyakan perekrut ini hanya berani hidup tapi takut mati dan memilih orang lain utuk mati dengan diimingi-imingi 'janji surga'," tambahnya.