ilustrasi model cincin nikah atau tunangan (Pexels.com/Ana Paula Lima)
Sebelumnya, permohonan uji materi soal pernikahan beda agama di MK diajukan E. Ramos Petege yang menilai Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan menyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Kemudian Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Terakhir, Pasal 8 huruf f UU Perkawinan menyatakan, “mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.”
Ramo sebagai Katolik hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Namun, perkawinan itu harus dibatalkan karena perkawinan beda agama tidak diakomodasi UU Perkawinan. Hak-hak konstitusional Ramos disebut dirugikan karena tidak dapat menikah.
Ramos disebut kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan, karena apabila ingin melakukan perkawinan maka akan ada paksaan salah satunya untuk menundukkan keyakinan.