Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kemarau. Tanah tambak mengering di Kecamatan Mangara Bombang, Takalar, Sulawesi Selatan, Senin (2/9/2019) (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati memaparkan beberapa wilayah memasuki musim kemarau lebih awal pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Ia menjelaskan pada Agustus 2023, hasil pemantauan menunjukkan terdapat 37,5 persen dari zona musim di Indonesia dengan musim kemarau lebih awal dari normalnya.

1. Sebagian besar wilayah Indonesia alami kemarau

Badan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi persnya (Dokumentasi/Screenshot Youtube Info BMKG)

Hasil pemantauan menunjukkan saat ini, sekitar 78,5 persen dari total zona musim telah memasuki musim kemarau.

"Jadi poinnya adalah sebagian besar wilayah Indonesia saat ini telah memasuki musim kemarau. Secara umum, di sebagian besar wilayah Indonesia sedang memasuki musim kemarau," kata Dwikorita dalam Konferensi Pers secara Daring, Jumat (8/9/2023).

2. Musim kemarau terjadi bertahap

Analisis asal musim kemarau. (Dokumentasi/Sceeenshot Youtube Info BMKG)

Ia menjelaskan musim kemarau terjadi secara bertahap, yang dimulai dari April hingga Juni 2023 dan mencapai puncaknya di Agustus hingga September 2023.

Hasil analisis terhadap data suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan gangguan iklim El Nino mulai muncul pada pertengahan Mei dan terus berkembang mencapai level El Nino moderat sejak akhir Juli 2023.

"Saat ini indeks El Nino berada pada nilai positif 1,54 kondisi El Nino moderat ini diprediksi tetap bertahan hingga awal 2024. Di Samudra Hindia, anomali suhu muka laut menunjukkan adanya kondisi Indian Ocean Dipole positif (IOD positif) dengan indeks saat ini +1,527. Diprediksi akan tetap positif hingga akhir 2023," jelasnya.

3. Keringnya kemarau kali ini sudah diprediksi sejak Februari

Ilustrasi - Ruang pengamatan cuaca BMKG (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Menurutnya, indeks IOD positif dan El Nino moderat dua-duanya itu berpengaruh terhadap pengurangan curah hujan di wilayah kepulauan Indonesia.

"Jadi keringnya musim kemarau saat ini sesuai hasil prediksi di Februari lalu akibat dari pengaruh El Nino dari Samudra Pasifik dan IOD positif dari Samudra Hindia yang saling menguatkan," jelas Dwikorita.

Superposisi fenomena El Nino dan IOD positif tersebut menyebabkan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia menjadi jauh lebih sedikit dari normalnya.

Editorial Team