Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Guru Madrasah. (Dok. pendis.kemenag.go.id)
Ilustrasi Guru Madrasah. (Dok. pendis.kemenag.go.id)

Intinya sih...

  • Kemenag akui keterbatasan anggaran

  • Formasi guru madrasah terbatas hanya 520

  • Usul kualifikasi dan masa kerja jadi variabel penghitungan upah

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) mencatat sebanyak 437 ribu guru madrasah masih belum tersertifikasi. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Amin Suyitno menyebut perbuatan itu melanggar undang-undang.

Amin mengatakan, UU Guru dan Dosen telah mengamanatkan agar seluruh guru wajib memiliki sertifikat paling lambat pada 2015. Hal itu disampaikan Amin Suyitno dalam rapat Baleg DPR membahas peninjauan UU Guru dan Dosen, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

"Kalau tadi ditanya madrasah bagaimana, kita masih memiliki angka yang sangat besar 437 ribu guru madrasah yang belum tersertifikasi. Jadi artinya secara sadar atau tidak sadar, kita semua negara ini sudah melanggar Undang-Undang," kata Amin Suyitno di Jakarta, Rabu.

1. Kemenag akui keterbatasan anggaran

Rosita Fajarwati sebagai guru Madrasah Aliyah Negeri Tanjungbalai (Dok. Istimewa)

Dia menjelaskan, Bab 8 UU 14/2005 tentang guru dan dosen telah dengan gamblang memerintahkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik 10 tahun sejak undang-undang tersebut resmi diundangkan.

"Jadi kalau kita hitung 10 tahun, artinya semua guru itu sudah harus tersertifikat profesi berarti 2015," kata Amin.

Dia mengatakan, lambatnya proses sertifikasi di lingkungan Kemenag bukan didasari kesiapan guru. Namun, adanya keterbatasan anggaran. Postur anggaran Kemenag belum berbanding lurus dengan kebutuhan sertifikasi

"Postur anggaran yang diberikan kepada terutama Kemenag, itu belum berbanding lurus dengan kebutuhan sertifikasi. Itu yang menyebabkan mengapa sertifikasi guru di Kemenag terutama, selalu tidak bisa memenuhi kebutuhan yang ideal," kata dia.

2. Formasi guru madrasah terbatas hanya 520

Rosita Fajarwati sebagai guru Madrasah Aliyah Negeri Tanjungbalai (Dok. Istimewa)

Amin turut menyoroti status kepegawaian guru madrasah. Jumlah guru non-ASN Kemenag cukup besar, tetapi sebagian tidak terakomodasi dalam rekrutmen PPPK.

Ironisnya, jumlah guru madrasah yang lulus passing grade lebih dari 31.629. Namun, tak semua bisa terangkut karena keterbatasan formasi dari BKN.

"Guru inilah yang menuntut hak supaya juga mendapatkan formasi diangkat sebagaimana teman-temannya yang ada di angka 520," kata dia.

3. Usul kualifikasi dan masa kerja jadi variabel penghitungan upah

Siswa Madrasah Alwashliyah (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Kemenag mengusulkan adanya skema afirmasi in-passing bagi guru dan dosen non-ASN dan PPPK. Harapannya, guru-guru itu nanti dapat disertakan antar golongan dan pangkat sesuai kualifikasi dan waktu masa kerja mereka.

Oleh karena itu, ia pun berharap klausul in-passing grade ini bisa dimasukkan dalam Revisi UU Guru dan Dosen.

"Ambil contoh misalnya kalau guru karena kualifikasi S1, masa kerja 0 tahun mungkin sekitar 1.500.000, itu pun nanti kemudian bisa dikonversi dengan sertifikasinya," kata dia.

"Sehingga untuk menuju kesejahteraan, saya kira salah satu instrumen yang penting untuk meningkatkan ini adalah in-passing selain dengan formasi P3K," tambahnya.

Editorial Team