Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
E9DC9F82-AE75-492C-A09F-B871F2B422C6.jpeg
Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Kayu lapuk terbawa banjir, diduga hasil tebangan ilegal

  • WALHI sebut 7 perusahaan penyebab bencana ekologis di Tapanuli

  • Kemenhut akan cek nama-nama perusahaan yang disebut WALHI

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebut kayu gelondongan yang hanyut terseret banjir di Sumatra Utara diduga berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang berada di areal penggunaan lain (APL).

Hal tersebut diungkap Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho merespons video kayu gelondongan yang viral di media sosial.

"Kita deteksi itu dari PHAT di APL, area penebangan yang kita deteksi dari PHAT itu di APL, memang secara mekanisme untuk kayu-kayu yang tumbuh alami itu mengikuti regulasi kehutanan dalam hal ini adalah SIPU, Sistem Informasi Penataan Hasil Hutan," kata Dwi Januanto Nugroho di Kemenhut, Jumat (28/11/2025).

1. Kayu yang sudah lapuk terbawa arus

Potret banjir bandang di Sumatra. (Dok. BNPB)

Dwi menduga, kayu yang terbawa arus merupakan bekas tebangan yang sudah lapuk dan kemudian terseret banjir. Namun demikian, Gakkum Kemenhut mesih perlu mendalaminya lebih lanjut.

Dia mengakui bahwa Gakkum Kemenhut kerap melakukan operasi membongkar modus operandi pencucian kayu ilegal hasil pembalakan liar melalui PHAT.

Termasuk menemukan sejumlah kasus di wilayah yang sekarang terdampak banjir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Dwi pun tak membantah kemungkinan kayu-kayu tersebut merupakan hasil pencucian kayu ilegal lewat skema PHAT.

"Kawan-kawan masih ngecek, ya tapi kita sinyalir ke situ," jelasnya.

2. WALHI sebut 7 perusahaan penyebab bencana

Potret banjir bandang di Sumatra. (Dok. BNPB)

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.

Bencana tersebut paling parah melanda wilayah-wilayah yang berada di Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.

Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatera Utara. Secara administratif, 66,7 persen berada di Tapanuli Utara, 22,6 persen di Tapanuli Selatan, dan 10,7 persen di Tapanuli Tengah.

Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) menuju wilayah hilir.

“Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba lewat ketrangan tertulisnya, Jumat.

Rianda menjelaskan, ketujuhnya beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.

3. Respons Kemenhut terhadap 7 perusahaan yang disebut WALHI

Potret banjir bandang di Sumatra. (Dok. BNPB)

IDN Times telah menanyakan kepada Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho terkait nama-nama 7 perusahaan yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.

“Nanti kita cek, kita koordinasi dengan WALHI juga,” ujarnya di Kemenhut, Jumat sore.

Editorial Team