Ilustrasi narkoba dilakban dan dimasukkan ke dalam kotak makanan ringan. IDN Times/Yuda Almerio
Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan, peresmian LRSKP NAPZA dan LRSODH "Pangurangi" di Takalar menjadi respons dari program "Darurat Narkoba" yang dicanangkan oleh Presiden. Program "Darurat Narkoba" ini dibuat karena hasil survei BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) yang memperkirakan tahun 2015 penyalah guna narkoba di Indonesia 4,1 juta orang atau 2,2 persen dari total penduduk.
"Takalar dipilih sebagai lokasi lembaga rehabilitasi sosial berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana disebutkan bahwa Pemerintahan Pusat memiliki kewenangan/kewajiban menyelenggarakan rehabilitasi sosial korban Napza dan HIV," kata Edi.
Selain itu, data BNN menunjukkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Sulawesi Selatan termasuk tinggi, yakni 138.937 orang atau 2,27 persen dari total penduduk pada tahun 2015, walaupun angka ini kemudian menurun menjadi 1,95 persen atau sebanyak 133.503 orang pada 2017.
"Perlu kita pahami bersama bahwa, karena lembaga ini milik Pemerintah Pusat, maka Loka ini adalah lembaga Nasional yang bersifat inklusi. Artinya, pelayanan kepada penyalah guna NAPZA dan ODH tidak hanya yang berlokasi di Sulawesi Selatan, tapi mencakup provinsi yang lain, terutama sebagai penyangga wilayah Indonesia Bagian Timur dalam hal rehabilitasi sosial kepada korban penyalahgunaan Napza dan ODH," kata Edi.