Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Setya Novanto
Setya Novanto (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Intinya sih...

  • Kasus e-KTP merugikan negara hingga Rp2,3 triliun

  • Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka dan drama "Tabrak Tiang"

  • Drama sidang perdana, vonis 15 tahun penjara, dan remisi yang diterima Novanto

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua DPR Setya Novanto menghirup udara bebas usai mendapatkan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025. Dia tak lagi mendekam di balik Lapas Sukamiskin, Bandung. Terpidana kasus korupsi e-KTP ini nantinya bakal bebas murni pada 2029. Namun, politikus Golkar itu masih harus menjalani hukuman pencabutan hak politik selama 2,5 tahun usai bebas murni.

"Sesuai dengan putusan pengadilan, kalau kami kan melaksanakan putusan pengadilan ya, bahwa dicabut hak politiknya setelah 2,5 tahun itu, setelah berakhir masa bimbingan, artinya setelah bebas,” kata Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan, Rika Aprianti, di Rutan Salemba, Jakarta pada Minggu (17/8/2025).

“Kan bebas murninya itu setelah berakhir masa bimbingan, berdasarkan aturannya seperti itu,” sambung dia.

Berikut kilas balik terbongkarnya kasus e-KTP yang didalangi Setya Novanto. Mulai dari penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), drama “papa minta saham”, vonis pengadilan, hingga bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025.

1. Kasus ini rugikan negara hingga Rp2,3 triliun

Pelepasan Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung. IDN Times/Istimewa

Rabu, 16 Desember 2015 malam, Setya Novanto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Kasus bermula dari proyek KTP berbasis elektronik (e-KTP).

Setya Novanto selaku anggota DPR 2009–2014 bersama Anang Sugiana, Andi Narogong, Irman (Dirjen Dukcapil), dan Sugiharto (PPK Dukcapil) memperkaya diri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum dalam pengadaan e-KTP 2011–2012, yang merugikan keuangan negara.

Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sekurangnya Rp2,3 triliun dari total nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun. Nama Setya Novanto, saat itu Ketua Fraksi Partai Golkar, disebut menerima aliran dana.

Pada 2015, namanya juga terseret dalam kasus “Papa Minta Saham” terkait Freeport, yang memperkuat sorotan publik. Namun, kasus yang menjerat langsung Novanto adalah korupsi e-KTP.

2. Penetapan tersangka dan drama “Tabrak Tiang”

Suasana kamar Setya Novanto (IDN Times/Galih Persiana)

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada Juli 2017. Namun, dia sempat mangkir dari pemeriksaan dengan berbagai alasan sakit. Publik kemudian dikejutkan dengan peristiwa kecelakaan mobil yang menabrak tiang listrik pada November 2017.

Mobil yang ditumpangi Novanto menabrak tiang lampu jalan. Pengacara mengatakan dia mengalami benjolan sebesar bakpao. Namun dari drama itu, pengacara Fredrich Yunadi dijatuhi hukuman kasus perintangan penyidikan.

KPK akhirnya menjemput Novanto di RS Permata Hijau dan megantar ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk diperiksa secara medis. Akhirnya Novanto ditahan KPK pada November 2017.

3. Drama sidang perdana Setya Novanto, mengaku sakit hingga bolak-balik ke toilet alasan diare

Setya Novanto (ANTARA FOTO/Adam Bariq)

Saat sidang perdana 13 Desember 2017, Novanto kembali berulah, dengan membuat drama tidak berbicara sama sekali hingga menunjukkan kondisi tak sehat.

Akhirnya, ada pemeriksaan berlapis pada kesehatan Novanto di sidang perdana itu. Dia bahkan sempat izin ke toilet di tengah sidang dan mengeluh sudah empat hari diare, tapi tak mendapatkan obat dari dokter KPK.

Hingga akhirnya sidang ditunda sementara, untuk memberikan kesempatan Novanto diperiksa secara medis.

4. Vonis 15 tahun penjara terhadap Setya Novanto

Terpidana Setya Novanto (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Pada April 2018, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Setya Novanto. Dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik, yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Selain pidana badan, Novanto didenda Rp500 juta dan uang pengganti 7,3 juta dolar AS, serta kehilangan hak politik untuk beberapa tahun setelah menjalani pidana.

Sebelumnya pada Juni 2025, Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Novanto. Novanto menerima remisi hingga 28 bulan 15 hari atau dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.

Editorial Team