IDN Times/Ardiansyah Fajar
Tidak jauh berbeda dengan FP, GHA kini bangga menjadi warga Indonesia. Dia bahkan mengutarakan keinginannya untuk kembali ke Surabaya, tanah kelahirannya. “Dia juga pengen banget balik ke Surabaya dan sekolah di sana,” kata Zaenal, pekerja sosial yang mendampingi GHA.
Bila membandingkan paham radikal yang menjerat FP dan GHA, lelaki yang satu ini tergolong lebih militan. Dia sudah memahami hakikat jihad. “Karena dia pintar, daya tangkap dan hapalannya cepat. Dia sudah tahu soal surga dan bidadari sebagai janji jihad,”. Karena itu, visi jihad GHA jauh lebih berbahaya dibanding kakak dan adiknya.
Bulan pertama di BRSAMPK, GHA hanya diam. Dia enggan berkomunikasi dengan pekerja sosial atau dengan anak-anak lainnya. Dia bahkan enggan berteman dengan anak-anak yang non-muslim. “Sekarang Alhamdulillah dia sudah bersekolah normal, sudah bermain bersama teman-temannya,”.
Perlahan, GHA akhirnya buka suara. Dia mulai bercerita soal apa itu Islam dari sudut pandangnya. “Kira-kira satu bulan setengah dia baru mau komunikasi. Tapi setiap disinggung orang tuanya, langsung nangis. Jadi masih sangat trauma. Sampai sekarang pun saya gak pernah menyinggung orangtuanya,” sambung Zaenal.
Zaenal ingat betul bagaimana film Garuda di Dadaku mulai mengubah kehidupan GHA. “Saya berikan dua film tentang cinta Tanah Air. Sejak saya kasih film Garuda, kalau dia nonton bola dan ada gol, dia langsung membusungkan lambang garudanya, cinta Garuda Indonesia katanya.” tampak raut wajah terharu Zaenal kala menceritakannya.
Dalam hatinya, Timnas sepak bola nomor satu, Persebaya Surabaya nomor dua, dan Andik Vermansyah nomor tiga. Merumput di lapangan hijau demi Merah-Putih adalah cita-citanya. “Dia juga bercita-cita jadi kiyai dan ingin masuk pesantren. GHA ini agamanya kuat, kalau lagi ada kegiatan futsal hari Kamis, dia tetap puasa,” tambah dia.
Perkembangan keduanya sangat drastis. Di tengah obrolan, Wahyuni ingat betul bagaimana kegiatan rehabilitasi memberikan kesan mendalam keapda FP dan GHA. “Mereka bilang gak akan ‘kembali’ (memiliki paham radikal) lagi. Mereka juga bilang kalau setelah keluar dari sini gak akan melupakan apa yang pernah diberikan.” tandas Wahyuni.