Pandeglang, IDN Times- Siang itu, Jumat (28/12), langit cerah menaungi pesisir pantai. Terpaan angin laut terasa begitu kuat hingga menusuk tulang. Hempasan ombak menyapa mobil bantuan yang hilir-mudik melewati Kecamatan Sumur, Pandeglang.
Inilah tempat di mana tsunami yang disebabkan erupsi Anak Gunung Krakatau menelantarkan 20.487 penduduk tanpa tempat tinggal.
Begitu pula dengan Risman. Mengenakan kaus merah dibalut peci hijau, ia tampak lelah. Pria berusia 60 tahun ini baru saja mengumpulkan baju layak pakai sumbangsih dari para relawan. Tsunami malam itu, Sabtu (22/12), sama sekali tidak menyisakan harta bendanya.
“Rumah hancur, bener-bener rata sama tanah. Gak ada yang tersisa,” kata Risman kepada IDN Times. Kendati begitu, ia tetap bersyukur masih diberi kesempatan hidup. Sebab, saat ombak setinggi enam meter memporak-porandakan Kecamatan Sumur, Risman sedang berada di tengah laut.
“Waduh pikiran saya waktu itu mungkin begini ya mati. Orang-orang ngeh juga gak nyangka saya masih hidup. Tapi Alhamdulillah masih hidup, masih dikasih sehat,” tuturnya.
Lantas, bagaimana perjuangan hidup Risman di tengah laut ketika tsunami terjadi?