Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aliansi Perempuan Indonesia
Aliansi Perempuan Indonesia yang menaungi sejumlah organisasi yang fokus di isu perempuan, membacakan sikap mereka dalam aksi damai di depan gerbang utama DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025). (IDNTimes/Santi Dewi)

Intinya sih...

  • Koalisi Perempuan Indonesia meminta kuota perempuan di parlemen sebesar 50 persen

  • Tuntutan terbanyak untuk lembaga eksekutif, termasuk minta reformasi Polri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Perempuan Indonesia meminta representasi perempuan di parlemen, pimpinan parlemen, dan alat kelengkapan dewan (AKD) di lembaga legislatif sebanyak 50 persen.

Hal tersebut menjadi salah satu dari 15 tuntutan yang ditujukan bagi legislatif. Koalisi juga meminta anggaran negara berpihak pada keadilan gender, sosial dan lingkungan serta dibukanya akses untuk perempuan dan masyarakat sipil bisa berpartisipasi dalam penyusunan Undang-Undang (UU).

"Kita tahu bahwa Indonesia saat ini sudah ada 580 anggota parlemen, dimana di dalamnya ada kurang lebih 127 perempuan. Jadi berjuang sejak pemilu langsung untuk memenuhi 30 persen saja belum tercapai dan ini adalah wajah politik kita," kata Aktivis Perempuan, Ririn Sefsani, Selasa (9/9/2025).

Selain itu, mereka juga menuntut dilakukannya revisi terhadap UU Minerba dan pencabutan UU Ciptaker karena dinilai tidak berpihak terhadap rakyat.

1. Ada 45 tuntutan

Baleg DPR RI gelar rapat kerja evaluasi prolegnas. (IDN Times/Amir Faisol)

Koalisi Perempuan Indonesia secara keseluruhan mengeluarkan 45 tuntutan kepada lembaga pemerintah guna mewujudkan keadilan gender dan sosial. Tuntutan yang dilayangkan tersebut meminta agar ada perubahan struktural di ketiga lembaga terkait, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dengan begitu, ketiganya menjadi tempat yang setara bagi semua serta tidak dikuasai oleh ketidakadilan.

"Jadi kita memberikan tuntutan ini berharap bahwa, apa, legislatif, eksekutif dan yudikatif juga membacanya, itu," kata Ketua Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Monica Tanuhandaru.

Mereka berharap semua pihak terus bergerak guna menciptakan negara Indonesia yang lebih peduli terhadap perempuan dan kelompok rentan.

2. Tuntutan terbanyak untuk lembaga eksekutif, termasuk minta reformasi Polri

ilustrasi Polwan (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara, terdapat 20 tuntutan perempuan terhadap lembaga eksekutif yang dipecah menjadi beberapa bagian yaitu ekonomi, fiskal, moneter, hukum dan keamanan, serta sosial dan lingkungan.

Beberapa tuntutan di antaranya dilakukannya pendidikan HAM dan kesetaraan gender dalam kurikulum pendidikan, termasuk kedinasan dan TNI/Polri serta dibentuknya unit penanganan TPKS di semua lembaga pendidikan, pemerintah, dan keamanan.

Selain itu mereka juga meminta reformasi Polri dengan memperbanyak polwan menduduki posisi pimpinan maupun strategis dalam kepolisian, adanya sistem hukum ramah perempuan, dan meminta agar perempuan terlibat dalam perundingan tingkat komunitas hingga nasional. Mereka juga meminta dihentikannya kriminalisasi terhadap aktivis.

3. Tak hanya di parlemen, representasi perempuan di lembaga yudikatif juga harus 50 persen

Mobil komando yang digunakan oleh Aliansi Perempuan Indonesia (API) meninggalkan gedung DPR pada 3 September 2025. (IDN Times/Santi Dewi)

Tak hanya meminta kuota perempuan di parlemen sebesar 50 persen, Koalisi Perempuan Indonesia juga menutut agar representasi perempuan untuk hakim agung dan hakim konstitusi mencapai 50 persen.

Terdapat 10 tuntutan yang dilayangkan untuk lembaga yudikatif, di antaranya ditegakkannya perlindungan hukum bagi aktivis HAM, perempuan, pejuang lingkungan, dan kelompok rentan. Termasuk meminta adanya transparansi dalam perekrutan jaksa dan hakim. Selain itu, mereka juga menuntut agar ada peradilan khusus gender dan anak di seluruh provinsi.

Editorial Team