Jakarta, IDN Times - Sejumlah LSM yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil menolak rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Mereka menilai sejak awal proses pemindahan ibu kota negara tersebut ke Kalimantan Timur cacat prosedur dan tak melibatkan partisipasi dari warga yang bakal terdampak langsung.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil menduga pemindahan lokasi ibu kota adalah agenda terselubung pemerintah untuk menghapus 'dosa-dosa' yang telah dilakukan oleh sejumlah korporasi di area tersebut. Wilayah tanah calon ibu kota yang diberi nama Nusantara itu, masih tumpang tindih dengan konsesi milik sejumlah taipan. Bahkan, mereka melakukan penambangan di area IKN sehingga meninggalkan banyak lubang.
"Menurut catatan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Kaltim terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN. Seharusnya, tanggung jawab untuk melakukan reklamasi paska ditambang adalah korporasi tersebut," ujar Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mewakili koalisi melalui keterangan tertulis, Rabu (19/1/2022).
Ia menambahkan korporasi yang meninggalkan lubang tambang itu kini tak perlu pusing. Lantaran, sejak IKN Nusantara masuk proyek strategis negara, maka tanggung jawab reklamasi akan dilakukan pemerintah.
Di sisi lain, kata Isnur, penetapan Kaltim sebagai lokasi ibu kota baru tidak sesuai prosedur. Presiden Joko "Jokowi" Widodo pernah menyampaikan akan melakukan kajian sebelum menentukan provinsi baru yang bakal menggantikan Jakarta menjadi ibu kota. Tetapi, kajian yang dimaksud dan dijadikan dasar pemindahan ke Kaltim tak pernah disampaikan ke publik.
"Dengan kata lain, penetapan Kalimantan Timur sebagai ibu kota bukan berdasarkan sebuah kajian yang mendalam," tutur dia lagi.
Apa dampaknya bila pemerintah tetap melanjutkan agenda pemindahan ibu kota ke Kaltim?