Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)
Menteri Pertahanan yang kini juga merangkap Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Sjafrie Sjamsoeddin ketika memimpin rapat perdana di Kemenko Polkam. (www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)

Intinya sih...

  • Penyalahgunaan kewenangan pernah terjadi di era Orde Baru

  • Koalisi sarankan Prabowo jawab keresahan publik dengan tunjuk Menko Polkam baru

  • Pemerintahan Prabowo harus jamin kebebasan warga sipil

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah lembaga sosial masyarakat (LSM) yang tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) definitif. Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin saat ini rangkap menjadi Menko Polkam Ad Interim.

Koalisi masyarakat sipil menilai rangkap jabatan antara Menhan dan Menko Polkam tak boleh terlalu lama dilakukan dan harus segera diakhiri.

"Dua kementerian itu memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Kemenko Polkam bersifat koordinatif, sedangkan Menhan bersifat operasional," ujar Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, salah satu yang tergabung di dalam koalisi sipil lewat keterangan tertulis pada Kamis (11/9/2025).

Julius menilai, tidak tepat bila pengelolaan dua kementerian itu dipegang oleh satu menteri dalam periode terlalu lama.

"Sebab, kondisi itu akan menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan yang besar karena adanya akumulasi kewenangan pada satu orang menteri," tutur dia.

Di dalam negara demokrasi, penting untuk dihindari adanya akumulasi kewenangan di satu tangan. Justru, kata Julius, negara demokrasi menuntut pentingnya diferensiasi fungsi dan tugas kementerian demi efektivitas kerja pemerintah itu sendiri.

1. Penyalahgunaan kewenangan pernah terjadi di era Orde Baru

Momen ketika mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. (Tangkapan layar buku politik Huru Hara Mei 1998)

Koalisi masyarakat sipil menyatakan, Indonesia pernah melalui masa kelam di era Orde Baru yang otoritarian. Ketika itu, kata Julius, dilakukan penggabungan Menteri Pertahanan Keamanan dengan Panglima ABRI.

"Alhasil, Menteri Pertahanan Keamanan sekaligus Panglima ABRI mengambil kendali penuh atas sektor pertahanan dan keamanan. Otoritas tunggal itu akhirnya berdampak pada terciptanya kebijakan-kebijakan keamanan yang ekspresif, represif dan cenderung membatasi kebebasan," katanya.

Kebebasan yang dibatasi merupakan akibat dari adanya penggabungan fungsi pertahanan dan keamanan. Padahal, tujuan dan fungsinya sejak awal sudah berbeda.

"Perangkapan kedua jabatan tersebut dalam satu tangan cenderung akan membuka ruang terjadinya sekuritisasi yakni negara akan melihat semua isu sosial politik menjadi masalah keamanan nasional yang perlu didekati dengan pendekatan keamanan," tutur dia.

2. Koalisi sarankan Prabowo jawab keresahan publik dengan tunjuk Menko Polkam baru

Presiden Prabowo Subianto tanggapi pertanyaan terkait kekosongan jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) serta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). (YouTube/Sekretariat Presiden)

Koalisi sipil juga menyebut keresahan masyarakat terhadap situasi keamanan di Tanah Air merupakan sesuatu yang nyata. Seharusnya, kata Julius, keresahan itu dijawab Prabowo dengan cara-cara demokratik dan konstitusional.

"Segera tunjuk Menko Polkam yang baru. Hal itu dapat menurunkan ketegangan politik akibat manuver yang dilakukan oleh aparat militer yang coba mengintervensi kebebasan sipil yang telah dijamin di dalam konstitusi Indonesia," kata Julius.

Meskipun Mabes TNI membantah narasi militer yang coba mengintervensi kebebasan warga sipil. Namun, dalam pandangan koalisi pemerintah malah terkesan membiarkan militer berhadapan dengan masyarakat lewat dalih pencemaran nama baik.

"Langkah itu merupakan usaha untuk membatasi kebebasan berekspresi. Sudah terlihat nyata dalam kasus Ferry Irwandi dan pelaporan Tempo ke Dewan Pers," tutur dia.

3. Pemerintahan Prabowo harus jamin kebebasan warga sipil

Sampul depan tuntutan 17+8 yang disampaikan saat aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025. (www.instagram.com/@jeromepolin)

Koalisi masyarakat sipil juga meminta kepada pemerintahan Prabowo agar seger menghentikan langkah-langkah inkonstitusional yang mengesankan pembiaran militer untuk menggunakan celah-celah hukum agar dapat menjerat aktivitas-aktivitas gerakan sosial yang mengawal tuntutan rakyat 17+8. Kehidupan berdemokrasi, kata Julius, harus diselamatkan.

"Kebebasan sipil harus dijamin baik di ruang nyata maupun maya. Maka, presiden harus segera mengevaluasi kebijakan keamanannya sesegera mungkin dengan memutus rantai perangkapan jabatan yang memungkinkan kekuatan represif negara," ujar Julius.

"Presiden harus segera menghentikan rangkap jabatan ini tanpa penundaan dan menunjuk Menko Polkam baru," imbuhnya.

Editorial Team