Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Lokasi peledakan amunisi kadaluarsa di Jalan Miramareu, Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut dijaga ketat oleh pihak Brimob.(IDNTimes/Azzis Zulkhairil)
Lokasi peledakan amunisi kadaluarsa di Jalan Miramareu, Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut dijaga ketat oleh pihak Brimob.(IDNTimes/Azzis Zulkhairil)

Intinya sih...

  • 13 orang tewas dalam ledakan amunisi TNI di Garut, Jawa Barat
  • Koalisi Masyarakat Sipil desak investigasi menyeluruh dan transparan
  • Koalisi minta Komnas HAM terlibat dalam penyelidikan untuk mengevaluasi sistem yang ada
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Ledakan amunisi milik TNI Angkatan Darat (AD) di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menewaskan 13 orang yakni sembilan orang warga sipil dan empat orang personel TNI. Peristiwa tragis ini terjadi saat pemusnahan amunisi kedaluwarsa oleh personel TNI di lokasi milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Akibat kejadian ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan duka cita sekaligus mendesak investigasi menyeluruh dan transparan atas insiden tersebut.

Koalisi mengkritik pernyataan pimpinan TNI yang menuding korban warga sipil datang untuk mengambil serpihan amunisi. Pernyataan tersebut dianggap tidak sensitif, tergesa-gesa, dan cenderung menyalahkan korban, padahal investigasi secara menyeluruh belum dilakukan. 

1. Desak DPR bentuk Tim Pencari Fakta (TPF)

Ilustrasi melihat dokumen dengan kaca pembesar (pexels.com/RDNE Stock project)

Koalisi mendesak Komisi I DPR RI untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen guna mengungkap penyebab kejadian. Selain demi keadilan bagi keluarga korban, langkah ini juga penting sebagai bentuk pengawasan atas penggunaan alat militer seperti senjata, amunisi, serta bahan peledak oleh TNI. 

Koalisi menilai, tanpa kontrol ketat dan evaluasi yang mendalam dari DPR, insiden serupa sangat mungkin terulang. Setiap tahap dalam pengelolaan amunisi harus mengikuti prosedur keamanan dan dikerjakan oleh tenaga ahli. Jika kelalaian dibiarkan, maka negara turut bertanggung jawab atas pelanggaran hak hidup warganya. 

2. Hentikan pernyataan yang menyudutkan korban

Korban ledakan amunisi di Garut. (IDN Times/Istimewa)

Selain itu, menurut Koalisi, pernyataan pejabat TNI yang menyebut korban warga sipil datang untuk mengambil serpihan amunisi dipandang terburu-buru dan cenderung menyalahkan korban. 

Klaim tersebut juga dibantah oleh keluarga salah satu korban. Seorang anak korban menegaskan, ayahnya bukan pemulung, melainkan sedang bekerja membantu TNI. Kerabat korban lainnya menyatakan, para korban sipil adalah buruh yang membantu dalam proses pemusnahan. 

“Apapun penyebab ledakan, termasuk adanya dugaan pelanggaran SOP oleh pihak militer dengan membiarkan warga sipil berada di area berbahaya, harus diusut tuntas oleh TPF. Fakta keberadaan warga sipil di lokasi tersebut menjadi dasar pentingnya penyelidikan lebih lanjut,” ujar koalisi dalam keterangannya pada Selasa (13/5/2025). 

3. Dorong keterlibatan kepolisian dan Komnas HAM

Komnas HAM. (Dok. Istimewa)

Untuk menjamin integritas pengusutan, koalisi menuntut penyelidikan dilakukan juga oleh lembaga di luar TNI. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan pihak Kepolisian wajib terlibat, mengingat warga sipil yang menjadi korban cukup banyak serta lokasi kejadian bukan berada dalam zona militer. 

“Koalisi meminta Komnas HAM aktif dalam mengambil langkah penyelidikan, guna mengungkap fakta dan mengevaluasi sistem yang ada. Negara tidak boleh mengabaikan korban akibat kelalaian dalam implementasi kebijakan yang berisiko tinggi,” ungkap koalisi. 

Editorial Team