Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Terakhir, dia mengatakan alat ukur dalam pemilu dilihat dari sejauh mana para legislator itu diterima dan dipilih oleh rakyat. Menurut dia, rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi.
Karena itu rakyat memiliki berbagai macam alat ukur bukan hanya sekadar apakah berasal dari kampung kita atau tidak.
"Ketiga yang ingin saya katakan adalah bahwa alat ukur dalam Pemilu itu adalah sejauh mana ia diterima dan dipilih oleh rakyat," kata dia.
Diketahui, sejumlah mahasiswa menggugat UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK mengubah syarat caleg harus warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut.
Dilihat dari situs MK, Senin (3/3), gugatan tersebut telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari delapan orang mahasiswa, yakni Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.
"Bahwa keseluruhan pemohon merupakan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Para pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945," demikian isi gugatan itu.