Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Ketua Komisi II DPR RI menolak syarat caleg harus berasal dari dapil setempat
  • Mahasiswa gugat UU Pemilu ke MK karena syarat caleg harus berdomisili di dapil
  • Rifqi: Gugatan mahasiswa potensial langgar hak konstitusional warga negara

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda tidak setuju calon legislatif (caleg) harus berasal dari daerah pemilihan (dapil) setempat. 

Sejumlah mahasiswa melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Pemilu. Mereka meminta MK mengubah syarat caleg harus warga yang sudah berdomisili di dapil tersebut.

"Saya kurang sepakat dengan substansi bahwa caleg apalagi Anggota DPR terpilih harus berasal dari Dapil setempat, terlebih bukti yang digunakan hanya sekadar administratif," kata Rifqi kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).

1. Bisa dinilai dari kedekatan dan ikatan batin

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menurut dia, keberpihakan legislator kepada daerah pemilihannya itu bisa diukur dari beberapa hal. Salah satunya, sejauh mana keberpihakannya kepada rakyat seusai dilantik.

Kemudian, sejauh mana ikatan batin dan relasi serta perjuangannya untuk memperjuangkan daerah pemilihannya melalui berbagai macam fungsi yang dimiliki sebagai anggota DPR.

"Itu tidak relate sama sekali dengan KTP yang bersangkutan apakah harus ber KTP di dapilnya atau tidak," kata dia.

2. Berpotensi langgar hak konstitusional

Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy. (IDN Times/Teri).

Selain itu, Rifqi mengatakan gugatan mahasiswa ini berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara untuk menjadi Anggota DPR hanya karena yang bersangkutan tidak memiliki KTP di daerah yang bersangkutan.

Menurut dia, setiap warga negara memiki kesamaan di depan hukum dan pemerintahan. 

"Permohonan ini berpotensi untuk kemudian melanggar hak konstitusional warga negara untuk kemudian bisa menjadi anggota DPR," kata dia.

3. Rakyat berdaulat tertinggi

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Terakhir, dia mengatakan alat ukur dalam pemilu dilihat dari sejauh mana para legislator itu diterima dan dipilih oleh rakyat. Menurut dia, rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi.

Karena itu rakyat memiliki berbagai macam alat ukur bukan hanya sekadar apakah berasal dari kampung kita atau tidak.

"Ketiga yang ingin saya katakan adalah bahwa alat ukur dalam Pemilu itu adalah sejauh mana ia diterima dan dipilih oleh rakyat," kata dia.

Diketahui, sejumlah mahasiswa menggugat UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK mengubah syarat caleg harus warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut.

Dilihat dari situs MK, Senin (3/3), gugatan tersebut telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari delapan orang mahasiswa, yakni Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.

"Bahwa keseluruhan pemohon merupakan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Para pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945," demikian isi gugatan itu.

Editorial Team