Evita mengatakan, Komisi VII DPR RI, komisi yang membidangi pariwisata, ekonomi kreatif, dan industri, telah melakukan pertemuan dengan gubernur Papua Barat Daya dan para bupati termasuk bupati Raja Ampat bersama masyarakat beberapa minggu lalu.
Adapun, audiensi itu dilakukan guna menyerap aspirasi daerah terkait pariwisata di sana terutama setelah adanya penetapan Raja Ampat sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) melalui Perpres No.87 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044.
Dalam Perpres itu, Raja Ampat merupakan destinasi pariwisata geopark kepulauan yang berkualitas, inklusif, serta berbasis konservasi dan masyarakat secara berkelanjutan serta menjadi penggerak bagi pembangunan ekonomi lokal.
Itu sebabnya, Evita berharap ada kesamaan visi diantara kementerian/lembaga serta pemerintah daerah dalam membahas ini, termasuk dari sisi regulasinya, jangan terjadi ego-sektoral.
“Kami melihat pertambangan disana akan selalu berlawanan dengan dengan rencana Pembangunan pariwisata berkelanjutan disana. Ini harus dibongkar, kita semua jangan melakukan pembohongan publik, sebab jika ini dibiarkan maka akan merugikan Raja Ampat, Papua Barat Daya, Papua dan Indonesia. Masa demi 3-4 perusahaan tambang nikel ini kepentingan yang jauh lebih besar kita korbankan?" kata dia.
Selain itu, Komisi VII DPR RI juga menangkap adanya keresahan dari daerah yang tidak dilibatkan secara langsung dalam pemberian izin tambang. Perusahaan-perusahaan tambang ini juga tidak pernah berkomunikasi dengan pemerintah setempat.
“Mereka (daerah) mengeluh karena hanya jadi penonton, bahkan perusahaan-perusahaan tambang ini berkomunukasi juga tidak dengan daerah. Itu diungkapkan para kepala daerah,” kata dia.