Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Intinya sih...

  • Belum ada pemilahan gender data kasus pembunuhan di Indonesia

  • Pentingnya pengarusutamaan isu femisida dalam pendidikan hukum

  • Pelaku menanyakan upah kerja sebesar Rp500 ribu

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang perempuan bernisial DPK, 27 tahun, asal Desa Jatimekar, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat ditemukan meninggal dunia dengan luka tusuk. Pelaku adalah asisten rumah tangga (ART), Dea, karena kesal saat menanyakan upah tak ada respons dari korban.

Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, menjelaskan pihaknya mendesak kepolisian melakukan penelurusan lebih dalam kasus ini, guna melihat motif lain yang berkenaan dengan kekerasan berbasis gender.

"Kalau merujuk pada definisi dan pola femisida, pembunuhan ini potensial tidak masuk kategori femisida. Tapi kami menyarankan sebaiknya polisi melakukan penulusuran lebih dalam lagi untuk melihat motif-motif lain yang tidak terlihat, khususnya yang terkait dengan ada tidaknya kekerasan berbasis gender dalam pembunuhan ini," kata dia kepada IDN Times, Sabtu (16/8/2025).

1 . Belum ada pemilahan gender data kasus pembunuhan di Indonesia

Kantor Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat. (Google Street View)

Yuni menjelaskan, belum ada pemilahan gender data kasus pembunuhan di Indonesia, sehingga ini menjadi hambatan untuk pemilahan dan analisis lebih lanjut, apakah suatu kasus pembunuhan masuk dalam kategori femisida atau tidak.

"Di dalam KUHP, tidak ada term atau istilah femisida secara spesifik, namun demikian bukan berarti femisida tidak bisa diterapkan. Penting untuk mengintegrasikan motif femisida sebagai dasar pemberatan pidana dalam kasus pembunuhan atau tindak pidana lain yang menyebabkan kematian," ujar dia.

Yuni mengungkapkan, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) mengidentifikasi femisida menuntut pemahaman dan perspektif gender sebagai dasar utama.

Dengan perspektif ini, menurutnya, aparat bisa melihat posisi korban dengan utuh, menggali fakta di balik kematian perempuan, mulai dari relasi kuasa, riwayat KDRT, ancaman, manipulasi, hingga eksploitasi seksual, sehingga mampu menerapkan pasal-pasal relevan dengan pemberatan khusus jika terkait Femisida, dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, UU Perlindungan Anak, dan UU TPKS.

2. Pentingnya pengarusutamaan isu femisida dalam pendidikan hukum

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Penerapan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3 Tahun 2017 dinilai penting dalam menangani kasus pembunuhan terhadap perempuan. Aturan itu membuka ruang pengadilan menggali konteks ketidakadilan gender yang dialami korban, serta motif penghilangan nyawa.

Komnas Perempuan mendorong MA RI untuk menerbitkan panduan pendokumentasian kasus pembunuhan berbasis pilah gender, dan menggunakan diksi femisida dalam putusan pengadilan.

Yuni menekankan pentingnya pengarusutamaan isu femisida dalam pendidikan hukum, khususnya hukum pidana, hukum acara pidana, kriminologi, viktimologi, dan penologi. Tujuannya, membangun perspektif gender di kalangan aparat penegak hukum agar femisida dipahami sebagai kejahatan serius yang berakar pada diskriminasi terhadap perempuan.

3. Pelaku ditangkap di wilayah Jatiluhur

Ilustrasi pembunuhan (IDN Times)

Pelaku pembunuh berhasil ditangkap jajaran Satreskrim Polres Purwakarta dan Polsek Jatiluhur. Kapolres Purwakarta, AKBP I Dewa Putu Gede Anom Danujaya menjelaskan pelaku adalah orang terdekat korban.

“Pelaku berinisial AM (25) warga Kelurahan Ciseureuh. Pelaku ini adalah orang terdekat yang ada di rumah itu, yang bekerja sebagai pembantu di rumah korban,” katanya.

Dewa menambahkan, pelaku ditangkap pada hari yang sama dengan ditemukannya jasad korban.

“Pelaku ditangkap di wilayah Jatiluhur, tak jauh dari lokasi kejadian,” ujarnya.

4. Pelaku menanyakan upah kerja Rp500 ribu

ilustrasi pembunuhan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Pelaku sudah tinggal selama lebih kurang satu tahun bersama korban dan suaminya di rumah tersebut. Pelaku bertugas membantu dan menemani keluarga tersebut.

Di rumah itu hanya ada pelaku dan korban, kemudian pelaku menanyakan upah kerja Rp500 ribu rupiah kepada korban, namun oleh korban tidak ditanggapi.

"Pelaku ini menanyakan upah kerjanya, namun tidak ditanggapi oleh korban, karena kesal pelaku langsung mengambil palu untuk membuat pingsan korban. Kemudian palu tersebut dipukulkan ke bagian belakang korban, namun korban tidak pingsan, dan hal tersebut pelaku menghantamkan kembali palu tersebut sampai korban tak berdaya,” kata Dewa.

Pelaku keluar rumah membuang barang bukti berupa handphone korban dan barang bukti lainnya.

“Handphone korban dibuang di jembatan Cinangka, dan barang bukti lainnya dibuang ke drainase daerah Danau Jatiluhur,” kata Dewa.

Pelaku menghabisi nyawa majikannya sendiri itu karena faktor kesal dan sakit hati.

Editorial Team