Mahfud MD di acara "Tabrak Prof!" di Semarang, Selasa (23/1/2024) (IDN Times/Istimewa)
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menerima sejumlah tokoh dari kalangan masyarakat sipil yang menamakan diri "Petisi 100", Selasa, 9 Januari 2024.
Ada 22 orang yang diterima Mahfud, seperti Faizal Assegaf, Marwan Batubara, Sukri Fadoli, hingga Jenderal (Purn) Suharto. Menurut Mahfud, dalam audiensinya mereka menyampaikan rasa tidak percaya pemilu bisa berjalan adil. Bahkan, dugaan praktik kecurangan sudah mulai tampak dan gamblang terjadi.
"Sebenarnya, mereka minta ke Menko Polhukam untuk melakukan tindakan melalui desk pemilu yang ada. Saya jawab, satu, Menko Polhukam itu bukan penyelenggara pemilu berdasarkan UUD yang dibuat oleh masyarakat sipil sendiri. Penyelenggara pemilu itu adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.
Ia menggarisbawahi, KPU adalah lembaga independen dan mandiri. Oleh sebab itu, ia tak mungkin cawe-cawe KPU. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, Kemenko Polhukam memiliki desk khusus pemilu, tetapi tidak memiliki kewenangan mengambil tindakan terhadap pelanggaran.
"Desk ini hanya mencatat kemudian mengkoordinasikan sehingga laporan di desk pemilu Kemenko Polhukam akan diserahkan ke Bawaslu, KPU atau DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," kata dia.
Sebagai cawapres nomor urut tiga atau peserta Pemilu 2024, Mahfud sadar dirinya tidak boleh menilai jalannya pemilu, karena yang bertugas menilai sesuai konstitusi adalah KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sedangkan, bila ditemukan kecurangan, maka yang berhak menilai adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bila ada tindak pidana, maka Sentra Gakkumdu (yang bergerak) bukan Menko Polhukam. Kami proporsional saja. Tapi, kami tidak akan mengambil tindakan dan mengatakan ini benar oh ini salah. Tapi, kami catat saja," tutur Mahfud.
Mahfud mengatakan, para tokoh itu meminta Presiden Joko "Jokowi" Widodo dimakzulkan. Sementara, urusan pemakzulan bukan kewenangannya.
"Itu urusannya partai politik dan DPR, bukan Menko Polhukam. Kalau 1/3 anggota DPR mengusulkan, baru bisa digelar sidang pleno. Sedangkan, sidang pleno baru bisa jalan bila yang hadir 2/3. Kalau 2/3 yang hadir dan setuju ide pemakzulan, maka baru bisa diputuskan begitu. Kalau sudah setuju semua, maka harus dibawa ke MK dulu," tutur dia.
Mahfud menambahkan, proses tersebut tidak akan selesai dalam kurun waktu satu tahun. Sidang pleno tersebut tidak mungkin bisa terwujud sebelum pemilu digelar pada 14 Februari 2024.
"Jadi, mereka bilang, 'apakah Pak Mahfud setuju? Saya bilang tidak setuju atau setuju. Silakan saja (mengajukan ide pemakzulan), tapi bawanya ke DPR. Jangan malah minta pemakzulan ke Menko Polhukam. Itu bukan kewenangan di sini," katanya lagi.
Mahfud pun menyentil sikap para tokoh tersebut yang memperjuangkan konstitusi soal pemakzulan pemimpin tertinggi dengan meminta Menko Polhukan turun tangan dan memakzulkan Presiden.
"Sekarang kok saya malah diminta ikut campur ya? Saya bilang tidak bisa, katakan sendiri saja ke KPU," tutur dia.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.