Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Supriyani guru honorer SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara / Istimewa

Jakarta, IDN Times - Seorang guru honorer bernama Supriyani dituduh menganiaya siswa SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Menanggapi hal ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar proses peradilan dilakukan dengan mengedepankan sistem ramah anak. Salah satunya adalah dilakukan tertutup jika memang harus menghadirkan anak.

“Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan, KPAI mendukung proses peradilan yang ramah anak, kami menyerukan agar dilakukan secara tertutup, jika dihadirkan anak korban dan saksi anak, agar dilakukan dengan panitera dan ornamen (atribut) yang ramah anak, jika tidak memungkinkan, maka bisa dengan cara teleconference sesuai dengan UU PA (Undang-Undang Perlindungan Anak) dan UU SPPA (Undang-Undang Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak),” kata Ketua KPAI, Ai Maryati, dalam keterangannya, Senin (28/10/2024).

1. Sisi pengadilan anak membutuhkan perlindungan khusus

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah saat memberikan keterangan pers pelanggaran hak anak dalam aksi penolakan RUU Pilkada (Youtube/KPAI)

Ai menjelaskan sebelum proses peradilan, solusi terbaik bagi kedua belah pihak yakni dari sisi pengadilan anak membutuhkan perlindungan khusus. Hal ini perlu langkah penyelesaian masalah.

Pihaknya mengapresiasi di tingkat seluruh pemangku kepentingan, untuk terus berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi, harus mengoptimalkan gerak dan langkah.

2. KPAD diminta mengawal kasus ini

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati, di kantor LPSK Jakarta Timur, Rabu (21/5/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Konawe Selatan juga diminta melakukan pengawasan. Serta perlu ada upaya mengambil langkah mitigasi, agar eskalasi dari kasus ini turun dan mengedepankan hak anak. 

“Sekali lagi tolong KPAD untuk mengawal, sehingga langkah ini setidaknya akan mengurangi pressure, agar publik sadar bahwa pemenuhan hak anak korban juga saksi anak wajib negara hadir,” kata Ai.

3. CD alami luka goresan di paha

PTM 100 Persen di SDN1 Tanjung Agung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Dalam kasus ini, korban berinisial MCD, tujuh tahun, yang diduga mengalami kekerasan fisik dan atau psikis oleh Supriyani, 36 tahun. Ditemukan sejumlah bukti kekerasan melalui hasil visum dan dua saksi yang berusia delapan tahun, yaitu teman korban.

Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, menceritakan kronologi kejadian ini, yakni berawal saat ada luka goresan di paha siswa MCD pada Rabu, 24 April 2024.

Namun, pada Jumat, 26 April 2024, sekira jam 11.00 Wita pada saat MCD hendak dimandikan ayahnya untuk pergi salat Jumat, ibu MCD mengonfirmasi kepada suaminya tentang luka pada anaknya.

"Suaminya kaget dan langsung menanyakan kepada anaknya tentang luka tersebut, MCD menjawab bahwa telah dipukul oleh mamanya Alfa (Supriyani) di sekolah pada Rabu, 24 April 2024," kata dia.

Editorial Team