Lili menjelaskan, kasus ini bermula ketika BIG melaksanakan kerja sama dengan LAPAN pada 2015 terkait pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga sepakat melakukan rekayasa.
"Yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan oleh pemerintah," ucap Lili.
Sebelum proyek mulai berjalan, diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN, serta perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan sebelumnya. Perusahaan itu adalah PT Ametis Indogeo Prakarsa (PIP) dan PT Bhumi Prasaja (BP).
"Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen KAK (Kerangka Acuan Kerja) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT AIP dan PT BP agar mengunci spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut," ujar dia.
Lili melanjutkan, untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, kedua tersangka memerintahkan para stafnya. Para pihak rekanan diduga diminta membayar setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses quality control (QC).
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.