Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250811_105859.jpg
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Johanis Tanak saat ditemui di Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (11/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Intinya sih...

  • KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus haji era Yaqut

  • Pencarian bukti diperlukan sebelum menetapkan tersangka

  • Kerugian negara mencapai Rp1 triliun akibat pembagian kuota haji yang tidak sesuai

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan tersangka meski telah memulai penyidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama era Menteri Yaqut Cholil Qoumas.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, penyidikan kasus ini bukan perkara mudah. Dalam mencari bukti, KPK perlu menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Nah bukti ini lagi dicari oleh tim. Dan tidak semudah seperti yang kita bayangkan membalikan telapak tangan dalam proses ini. Karena kita harus mengedapankan hak asasi manusia di sini," ujarnya dikutip pada Kamis (6/11/2025).

"Jangan sampai kita teman-teman salah dalam menerapkan hukum," lanjutnya.

1. Perlu bukti yang cukup untuk tetapkan tersangka

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (dok. Humas KPK)

Tanak menjelaskan, pencarian bukti diperlukan sebelum menetapan tersangka. Tanpa bukti yang cukup, KPK tak bisa menetapkan tersangka.

"Nah untuk menetapkan tersangka, penyidikan itu serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan bukti, yang dengan bukti itu membawa terang siapa pelakunya," ujarnya.

"Jadi pada saat pemeriksaan penyidikan umum itulah kemudian dicari bukti," imbuhnya.

2. Kode KPK soal sosok tersangka haji

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (IDN Times/Aryodamar)

Sebelumnya, KPK sempat memberika kode sosok yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sosok itu adalah yang berperan dalam proses diskresi pembagian kuota haji tambahan pada 2024.

"Semuanya nanti kami akan update, akan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti termasuk kepada pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka artinya adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses diskresi ini," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).

3. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.

Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.

Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus.

Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus.

Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024.

KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.

Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.

Editorial Team