Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu mengikuti putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda pemilu 2024. Sebab, putusan majelis hakim dari PN Jakpus tidak disertai dengan penjelasan kausalitas yang rasional.
Dia menjelaskan putusan itu tidak menjelaskan hubungan sebab-akibat antara gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang ingin dianggap memenuhi syarat sebagai partai peserta pemilu 2024, dengan meminta agar sisa tahapan pemilu 2024 ditunda. Ray mengatakan tahapan pemilu yang saat ini sedang berjalan tidak sepenuhnya melibatkan partai politik.
"Oleh karena itu, permohonan penundaan sampai dua tahun sama sekali tidak relevan dan jelas tak memiliki dasar yang kuat," ungkap Ray di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Selasa, (7/3/2023).
Ia mengatakan bahwa kewenangan untuk menunda pemilu atau tidak sepenuhnya berada di tangan KPU. Ray juga menggaris bawahi alasan agar pemilu ditunda harus kuat, antara lain gangguan keamanan, bencana alam, kerusuhan atau gangguan lain yang dapat mengganggu tahapan pemilu.
"Putusan pengadilan manapun tidak bisa dinyatakan sebagai alasan penundaan pemilu dilaksanakan. Oleh karena itu seharusnya hakim pengadilan negeri memahami batasan tersebut," kata dia.
Ia pun mengaku sulit membayangkan bila peradilan tiba-tiba memiliki kewenangan untuk menunda pemilu. Maka, nasib pemilu ke depan akan berada di ambang ketidakpastian.
"Itu malah membuka peluang lembaga peradilan yang bertingkat dan ragam jenisnya akan dapat mengacaukan kepastian tahapan pelaksanaan pemilu," tutur dia.
Namun, di sisi lain, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari justru menilai ada pihak lain yang memanfaatkan Prima untuk memuluskan rencana agar pemilu 2024 ditunda. Apa dasar Feri berpendapat demikian?