Ilustrasi kampanye politik uang (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Fahri menjelaskan, untuk menghindari politik uang, ada tiga cara pembiayaan, yakni 100 persen dibiayai negara, dibiayai fully by market atau sepenuhnya dibiayai pasar dan pembiayaan dengan sistem hibryd.
"Pembiayaan yang dibiayai 100 persen oleh negara ini, untuk mengantisipasi keterlibatan dari tim dirty money dan ilegal money ke dalam pemilihan di pemilu dan partai politik," jelas dia.
Dia mengatakan, sistem dibiayai oleh fully by market memang sangat ekstrem, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Tetapi tentunya harus ada regulasi yang ketat, agar dana yang dikumpulkan untuk kegiatan pemilu, tidak boleh jatuh kepada pembiayaan pribadi.
"Sedang pembiayaan dengan sistem hibryd, sepertinya kita ingin memakai ini. Tapi regulasinya itu tidak ketat sehingga pelibatan uang ilegal di dalam pemilu di kita itu masih terlalu ketat, terutama yang tidak disadari adalah pembiayaan pemilu berbasis kepada uang pribadi," imbuh Fahri.
Sebagaimana diketahui, KPU diketahui tidak memuat pasal yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan LPSDK dalam rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye.
Komisi II DPR RI pada akhir Mei 2023 menyetujui rancangan peraturan tersebut. Beleid itu akan segera diundangkan. Padahal, pasal yang mewajibkan LPSDK selalu ada dalam regulasi KPU pada setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak tahun 2014.
Ketika LPSDK resmi dihapuskan, maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan sumbangan kampanye kepada KPU segera setelah dana diterima selama masa kampanye.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.