Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari bersama jajaran Komisioner KPU RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Keanehan lain yang terjadi ialah seseorang memakai seragam pos Malaysia, mengantar karung yang juga berisi surat suara.
"Sebagian itu sudah dicoblos, sebagian masih utuh. Artinya, masih dalam amplop yang alamatnya masih alamat nama pemilih dan alamat pemilih itu. Ini kan keanehan-keanehan dan anomali, kenapa surat suara dalam karung pos Malaysia bisa di luar dan dipegang di dalam penguasaan pihak yang tidak berwenang?" tutur Hasyim.
Hasyim mengungkapkan, kedua peristiwa itu menunjukkan kejanggalan dalam distribusi surat suara pos di Malaysia. Sebab, jika alamat pemilih tidak jelas, seharusnya surat suara pos itu berstatus return to sender ketika dikirim.
KPU mengakui metode pos dalam pemilu di Kuala Lumpur memang bermasalah. Oleh sebab itu, KPU dan Bawaslu sepakat tidak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur.
Berdasarkan temuan Bawaslu, hanya sekitar 12 persen pemilih yang dilakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri. Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif sebanyak 18 orang.
Hal itu menyebabkan, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) atau pemilih yang tak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) membeludak pada hari pemungutan suara hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Selain itu, Bawaslu juga mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.