Teuku Panglima Polem (Website/https://id.wikipedia.org/)
Walau bisa dibilang baru dua tahun kupiah meukutop tren di masyarakat, pada zaman dahulu, penutup kepala tersebut sering digunakan oleh para raja, kaum uleebalang maupun ulama Aceh.
"Peci ini di samping memakai saat beribadah shalat juga sebagai identitas ke Acehan ada didalamnya," kata Pemerhati Sejarah Aceh, Tarmizi Abdul Hamid, saat dihubungi terpisah.
Ia menjelaskan, kupiah meukutop mempunyai makna dan filosofi tersendiri. Mulai dari empat warna digunakan, maupun motif yang tersemat.
Warna merah melambangkan keberanian dan jiwa kepahlawanan orang Aceh. Kuning mengisyaratkan kemegahan dan keistimewaan bangsa dan negara. Hijau bermakna keilmuan agama Islam sebagai modal negara dan mencintai alam dan lingkungannya. Sedangkan hitam diartikan hukum yang kuat dalam negeri Aceh Darussalam.
Begitu juga dengan empat anak tangga menyerupai segitiga siku-siku yang ada di sisi peci memiliki arti tersendiri. Bagian pertama bermakna hukum, bagian kedua, bermakna adat, bagian ketiga bermakna qanun dan bagian keempat bermakna reusam (resam).
Dengan latar belakang penggunaannya dan kandungannya yang multimakna, membuat kupiah meukutop penuh dengan nilai sejarah serta adat istiadat.
"Oleh karena itu, ketika orang memakai--kupiah meukutop--ini sangat gagah dan berwibawa," ujar pemerhati sejarah yang akrab disapa Cek Midi terseb.
Pemakaian kupiah meukutop yang banyak dikenakan oleh masyarakat saat ini dikatakan Cek Midi, merupakan bentuk penghormatan kepada orang-orang terdahulu. Sehubungan dengan ini, pemerhati sejarah Aceh ini berharap, pemerintah mau membantu para perajin kupiah meukutop agar tetap memproduksi terus peci-peci tersebut.
"Mari kita galakkan pemakaian ciri khas budaya kita sendiri," ajaknya.