Foto yang menunjukkan dugaan tubuh korban tenggelamnya KM Sinar Bangun. (Basarnas)
Kapal Motor (KM) Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba, 18 Juni 2018 lalu. Kecelakaan itu mengakibatkan empat penumpang meninggal dan diperkirakan 183 lainnya hilang.
Kasus tenggelamnya Sinar Bangun mendapat sorotan luas karena beberapa faktor. Pertama, kapasitas kapal yang hanya 40 penumpang. Tapi di hari nahas itu, KM Sinar Bangun disesaki hingga 211 orang. Kedua, proses pencarian korban dihentikan ketika sebagian besar korban belum ditemukan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang ikut memantau perkembangan KM Sinar Bangun pada Sabtu (23/6) mengatakan, awalnya laporan yang masuk menyatakan bahwa kapal mengangkut 141 orang. Hari itu, kata dia, ternyata ada tambahan 70 orang penumpang.
Kapal yang kelebihan muatan itu tak kuasa menahan gelombang Danau Toba saat cuaca buruk melanda sehingga tenggelam.
Tim gabungan Badan SAR Nasional (Basarnas) melakukan pencarian selama dua pekan. Tim gabungan hanya berhasil menemukan sedikitnya 19 korban selamat. Sementara, 164 korban diperkirakan terjebak di dalam kapal.
Meski Basarnas kemudian berhasil menemukan titik yang diduga menjadi lokasi karamnya Sinar bangun, pencarian terpaksa dihentikan pada Selasa, (3/7) karena beberapa hal. Salah satunya, mempertimbangkan kondisi korban yang dipastikan sudah tak utuh lagi.
Selain itu, Basarnas juga terhambat medan dan keterbatasan alat. Objek yang diduga bagian dari Sinar Bangun itu berada di kedalaman 450 meter. Sedangkan, tim hanya mampu menyelam hingga kedalaman 80 meter saja.
Setelah proses pencarian dihentikan, Bupati Simalungun JR Saragih memberikan sumbangan berupa monumen yang bertuliskan 164 nama-nama korban yang masih belum ditemukan. Monumen ini dibuat untuk memudahkan keluarga korban berziarah nantinya.
Baca juga: Tragedi KM Sinar Bangun: Potret Ketamakan Pengusaha dan Abainya Aparat