Jakarta, IDN Times - Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan, pihak yang mengundang dan menggelar acara musik wajib membayar royalti kepada pencipta lagu. Ia pun menegaskan adanya anggapan yang keliru bahwa biaya royalti ditanggung penyanyi yang tampil.
“Jadi yang bayar, kalau dinyanyikan di kafe, yang bayar kafenya itu. Apalagi kalau dia sudah punya lisensi, silakan mereka nyanyi di sana. Silakan putar lagu di sana. Pengunjung juga nyanyi di sana,” kata Dharma saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, dikutip Jumat (8/8/2025).
Dharma menuturkan, LMKN punya mekanisme dalam proses menentukan berapa royalti yang dibayarkan kafe dan sejenisnya, jika memperdengarkan hingga mempertunjukkan lagu yang punya hak cipta.
Sebagai contoh misalnya di kategori kafe, tarif untuk royalti pencipta Rp60 ribu per kursi per tahun dan royalti hak terkait Rp60 ribu per kursi per tahun. Artinya, restoran atau kafe yang memutar lagu atau musik wajib membayar royalti Rp120 ribu per kursi per tahun.
Itu tertuang dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor: HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu.
Sementara, Komisioner LMKN, Yessi Kurniawan, menjelaskan proses penghitungan royalti tidak serta-merta menjumlah secara keseluruhan kursi. Namun berdasarkan kursi yang terisi.
“Jadi teknis sederhananya, LMKN memberikan form, kemudian pengguna itu mengetahui bahwa ‘pak, ini kami isi tingkat kehunian kami sebesar X persen,” kata Yessi.
“Jadi kami tidak gelap mata begitu. Ada seratus yang kita lihat, ada seribu yang kita lihat, langsung kita kali dengan 120 ribu. Enggak,” imbuh dia.