Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-08-25 at 12.58.21 (1).jpeg
Aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat berujung ricuh pada Senin (25/8/2025). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Kebebasan sipil terancam

  • Polisi ditengarai mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan pendapat, menunjukkan buruknya kebebasan sipil di era Prabowo Subianto.

  • Akses bantuan hukum terhalang

  • Penangkapan massa menghalangi akses bantuan hukum, menimbulkan ketidakpercayaan pada kepolisian.

  • Represi terkait penolakan RKUHAP

  • Represi ini terkait langsung dengan penolakan terhadap RKUHAP yang memberi polisi kekuasaan super power tanpa kontrol yang memadai.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Lembaga swadaya masyarakat (LSM), Lokataru menyoroti ditangkapnya sekitar 400 orang dan adanya kekerasan terhadap jurnalis saat demo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).

Juru Bicara Lokataru, Fauzan Alaydrus menyayangkan aksi menyampaikan pendapat itu berakhir dengan tragedi demokrasi. Massa yang ditangkap polisi mayoritas masih pelajar, mereka ditangkap secara brutal. Selain itu, jurnalis yang meliput kekerasan juga dipukul dan diintimidasi aparat.

1. Dinilai bukti buruknya kebebasan sipil

Polisi terus memukul mundur demonstran agar menjauh dari gedung DPR RI, Senin (25/8/2025). (IDN Times/Tino S)

Fauzan menilai, kejadian tersebut menjadi bukti buruknya kebebasan sipil di era Presiden RI, Prabowo Subianto. Menurutnya, polisi harus melindungi warga, bukan mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan pendapat.

“Kapolri telah menjadikan institusinya sebagai algojo demokrasi. Tugas polisi seharusnya melindungi warga, bukan mengkriminalisasi publik yang menyampaikan pendapat. Inilah potret nyata memburuknya kebebasan sipil di era Prabowo,” kata Juru Bicara Lokataru, Fauzan Alaydrus dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).

2. Menghalangi akses bantuan hukum

Polisi pukul mundur demonstran DPR di sekitar Palmerah, Jakarta, Senin malam (25/8/2025). (IDN Times/Tino)

Fauzan menjelaskan, penangkapan yang dilakukan terhadap massa ini bahkan menghalangi akses bantuan hukum. Ratusan orang tua pelajar yang ditahan mendatangi Polda Metro Jaya pada Selasa (26/08/2025) dini hari.

Setelah hampir 5 jam menunggu kabar tanpa kepastian dari kepolisian akhirnya mereka berusaha menerobos masuk demi membebaskan anak-anak mereka. Peristiwa itu menunjukkan, rakyat sudah kehilangan kepercayaan pada kepolisian.

3. Bagian dari gerakan tolak RKUHAP

Demonstran diguyur hujan di sekitar Stasiun Palmerah, setelah dipukul mundur aparat kepolisian dari depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Lebih lanjut, Lokataru menegaskan bahwa represi ini terkait langsung dengan penolakan terhadap RKUHAP. RKUHAP adalah rancangan aturan yang memberi polisi kekuasaan super power—menguatkan kewenangan penangkapan, penahanan, dan penggeledahan tanpa kontrol yang memadai. Karena itulah, polisi berkepentingan untuk memukul mundur suara penolakannya.

“Ini bukan gerakan tak jelas. Ini adalah gerakan kemarahan warga terhadap DPR yang rakus, pemerintah yang abai, penolakan RKUHAP dan polisi yang bertindak sebagai palu godam kekuasaan. Jika polisi terus menutup telinga dan tangan besi jadi jawabannya, maka rakyat akan membalas dengan ketidakpercayaan massal dan pembangkangan sipil,” beber Fauzan.

Lokataru menegaskan, tindakan represif ini hanya akan memperkuat gelombang perlawanan.

"Hari ini polisi bisa menangkap ratusan pelajar, tapi besok seluruh rakyatlah yang akan mengadili polisi—bukan di ruang sidang mereka, melainkan di pengadilan sejarah," kata Fauzan.

Editorial Team