Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat (www.mahkamahagung.go.id)

Jakarta, IDN Times - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) soal ditundanya tahapan Pemilu 2024 mengundang polemik besar di kalangan berbagai elemen masyarakat. Sebab, putusan hakim tersebut, menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersalah tidak meloloskan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dalam proses verifikasi partai politik (parpol).

Dengan demikian, KPU dihukum untuk menunda Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari dan meminta seluruh tahapan pemilu dihentikan dan diulang kembali.

"Keputusan ini benar benar kontroversial dan sulit diterima akal sehat. Bagaimana Pengadilan Negeri bisa mengeluarkan putusan untuk menunda Pemilu yang diluar kewenangannya," kata Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, Rabu (8/3/2023).

1. Partai Gelora minta MA bersikap

Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Achmad Nur Hidayat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pria yang akrab dipanggil Madnur ini menegaskan, penundaan pemilu masuk ke ranah pengadilan merupakan sebuah skenario kekacauan hukum. Sebab, proses pengadilan adalah proses yang panjang, berbelit dan membutuhkan waktu. 

Apalagi untuk menganulir keputusan hakim PN Jakpus yang menunda pemilu harus dengan keputusan hakim diatasnya yaitu Pengadilan tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA). Sementara Pemilu 2024 tinggal beberapa bulan lagi. 

"Apabila KPU mengikuti alur hukum yang ada, maka KPU terjebak pada skenario chaos hukum dimana tidak ada kepastian hukum karena proses bandingnya berlangsung panjang," kata dia. 

Oleh karena itu, kata Madnur, untuk mencegah skenario kekacauan hukum perlu ada jalan lain untuk memastikan pemilu tetap berlangsung diantaranya melalui pernyataan Mahkamah Agung, bahwa pihak KPU bisa mengabaikan keputusan PN Jakpus.

Sebab, keputusan tersebut diluar ranah hakim PN karena menyangkut konstitusi yang mewajibkan pemilu diselenggarakan 5 tahun sekali. 

"Dengan adanya fatwa MA tersebut, skenario chaos hukum bisa Indonesia hindari," ucap MadNur.

2. Kejanggalan putusan PN Jakpus

Editorial Team

Tonton lebih seru di