Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyinggung kembali fenomena demokrasi yang kini terjadi di Indonesia adalah jual beli. Artinya, bila seorang individu ingin jadi pejabat publik, maka wajib hukumnya untuk menyediakan banyak uang.
"Sehingga, saya pernah mengatakan 92 persen kepala daerah di Indonesia ini terpilih karena dibiayai cukong. Lalu, dikoreksi yang benar 84 persen (kepala daerah). Tapi, 84 persen itu yang tertangkap oleh KPK," ungkap Mahfud ketika berbicara dalam sesi penutup Konferensi Forum Rektor Indonesia seperti dikutip dari YouTube Universitas Airlangga pada Senin, (31/10/2022).
Cukong sendiri berasal dari Bahasa Hokkien yang berarti bos atau majikan. Namun, kata itu kemudian mendapat konotasi negatif untuk menggambarkan pengusaha keturunan Tionghoa yang mayoritas terlibat pada praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dalam kegiatan bisnisnya.
Mahfud melanjutkan, lantaran individu tertentu bisa terpilih jadi kepala daerah berkat bantuan cukong, maka saat bekerja, individu tersebut akan menyembah para cukong. "Dan itu yang kini terjadi. Maka, ini menjadi tugas kita di kampus (mencegah praktik itu)," tutur dia.
Ia kemudian mengutip pernyataan yang pernah disampaikan oleh mantan Wakil Presiden ketika dikukuhkan menjadi Guru Besar di Universitas Gadjah Mada pada 2007 lalu. Di dalam pidatonya, kata Mahfud, Boediono menyebut demokrasi di Indonesia baru dapat maju bila pendapatan per kapita menyentuh angka US$5.500. Sementara, saat ini angkanya baru menyentuh US$4.300.
"Butuh berapa kali pemilu untuk mencapai ke angka itu. Baru demokrasi yang diterapkan, bukan lagi jual beli," ujarnya.
Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh para akademisi untuk menciptakan demokrasi yang mampu menghasilkan pemimpin terbaik?