Penampilan band Sukatani (Instagram.com/sukatani.band)
Mengutip laman GQ, akronim ACAB telah digunakan dalam gerakan protes di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, mulai dari grafiti, papan tanda, hingga pakaian. Anak-anak muda membuat video tentang hal itu. Kode-kode itu juga muncul di gedung-gedung kota.
Kode 1312 sebagai bentuk protes pada polisi dan dinamika kekuasaan antara suatu negara dan warganya. Asal usul pasti istilah ini tidak diketahui, tetapi istilah ini muncul di Inggris pada paruh pertama abad ke-20 oleh kaum buruh.
“Semua Polisi adalah Bajingan” pertama kali disingkat menjadi ACAB oleh pekerja yang melakukan pemogokan pada 1940-an. James Poulter di Vice menemukan beberapa rekaman video dari 1958 yang memperlihatkan beberapa pemuda yang menyanyikan kalimat tersebut di jalan.
Namun ACAB benar-benar mendapatkan makna modernnya pada 1970, ketika Daily Mirror memuat frasa tersebut sebagai berita utama. Cerita yang menyertainya menjelaskan polisi telah menangkap seorang remaja yang menyulam kalimat tersebut di jaketnya.
Remaja tersebut mengira ACAB adalah singkatan dari “Semua Warga Kanada adalah Gelandangan” hingga ia akhirnya didenda. Alhasil, berita tersebut menjadi buah bibir anak-anak muda saat itu. ACAB akhirnya kerap menjadi bahasa sehari-hari gerakan punk.
Dalam musik punk, ACAB menemukan rumah spiritualnya. Gerakan punk membawa ACAB ke seluruh dunia, dan menjadi semboyan bagi gerakan anarkis dan anti-otoriter dari New York hingga Indonesia. Sarana utamanya melalaui lagu-lagu mereka. Contoh yang paling terkenal adalah lagu “ACAB” oleh band London the 4-Skins.
Dalam setengah abad sejak berita utama Daily Mirror, ACAB kerap menjadi simbol untuk mewujudkan ide-ide dengan nuansa dan intensitas yang bervariasi, mulai dari ekspresi pemberontakan yang biasa-biasa saja, hingga pemikiran anarkis yang bernuansa ideologi punk skinhead di Jerman.
Meskipun gerakan ini muncul entah dari mana, ACAB kadang-kadang hadir dalam gerakan kebrutalan anti-polisi Amerika yang lebih luas pada masa lalu. Pada 2018, misalnya, grafiti muncul di papan reklame di Portland, Oregon yang menarik perhatian terhadap kebrutalan polisi dan mendukung Black Lives Matter.
Di satu sisi, ACAB adalah semboyan yang mudah dan merupakan ekspresi solidaritas anti-otoriter yang efektif. Di Complex, Kevin L. Clark menunjukkan ACAB, yang sering digunakan pengunjuk rasa kulit putih, menjadi bentuk sentimen yang “salah arah” dan menyebabkan kekerasan polisi yang lebih besar.
ACAB kini menjadi simbol atau singkatan kebencian, namun makna ACAB harus dinilai dengan hati-hati dalam konteks kemunculannya. ACAB juga mencapai puncak popularitas baru, bukan hanya anarko-punk dan skinhead yang menggunakannya lagi, seperti video TikTok berlabel #acab yang telah ditonton lebih dari setengah miliar kali.
Beberapa aktivis telah mengusulkan merevisi akronim tersebut menjadi “Semua Polisi Itu Jahat” yang tidak terlalu menyinggung. Namun pembelaan terbaik terhadap ACAB mungkin datang dari kaum anarkis, yang telah menyebarkan ACAB selama beberapa dekade. Seperti yang dikatakan sebuah kelompok, "tidak semua polisi itu bajingan, tapi semua polisi itu dibatasi"—secara institusional terjebak dalam sistem yang pada dasarnya menindas.
Terlepas dari itu, ACAB terus menjadi tren dan apakah orang menggunakan akronim punk rock atau tidak, protes terhadap kebrutalan polisi semakin keras. Istilah ini mungkin tidak memiliki arti yang konsisten bagi semua orang yang menggunakannya, namun sentimen mendasarnya adalah penyalahgunaan wewenang tidak dapat diterima.