Jemaah haji Indonesia secara bertahap diberangkatkan menuju Makkah dari hotel di Madinah, Arab Saudi. (Media Center Haji/Rochmanudin)
Hasanuddin hidup di Jakarta bersama istrinya, sedang anak-anaknya bersekolah di Jawa, satu di Surakarta dan satu lagi di Yogyakarta. Istri Hasanuddin telah tiada, 21 tahun lalu.
Namun kisah hidupnya harus terus berjalan, karena Tuhan memiliki rencana yang indah untuknya.
Setelah wafatnya sang istri, sekitar lima tahunan, ia terus mengabdikan dirinya di masjid Baitul Hikmah, menjadi marbot di masjid terbesar di kawasan BSD Serpong, Tangerang, Banten. Di tempat inilah keberkahan untuk fase kedua kehidupan berkeluarga dimulai.
Hasanuddin mengenal seorang janda yang ditinggal wafat suaminya, perempuan itu bernama Sani. Janda beranak dua itu juga memiliki suami yang juga berprofesi marbot masjid.
"Ketemu saya dengan kakek Hasan juga di masjid Baitul Hikmah, tempat saya biasa ikut majelis taklim di sana," kisahnya.
Sani berkisah ia asli orang Jakarta, memiliki warisan dari orang tuanya, punya warung kuliner cukup laris, dan juga memiliki tujuh petak kamar yang dikontrakkan. Hidupnya secara materi lumayan baik.
Semasa suaminya masih hidup, Sani telah berniat menghajikan suaminya, namun belum sempat mendaftar. Suami dipanggil Allah subhanallahuwataala.
"Dulu saya berniat untuk menghajikan suami, karena telah wafat, lalu saya menikah lagi, maka suami ini yang saya hajikan," tuturnya.